Sabtu, 21 Desember 2013

ASKEP JANTUNG RHEUMATOID

ASKEP JANTUNG RHEUMATOID KONSEP MEDIS A. PENGERTIAN Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165) B. PENYEBAB / ETIOLOGI Penyebab utama penyakit Reumatik masih belum diketahui secara pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab Artritis Reumatoid, yaitu: • Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus. • Endokrin • Autoimmun • Metabolik • Faktor genetik serta pemicu lingkungan Pada saat ini Artritis rheumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita. C. EPIDEMIOLOGI Penyakit Artritis Rematoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar diseluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik. Artritis rheumatoid sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita denga pria sebesar 3: 1. kecenderungan wanita untuk menderita Artritis rheumatoid dan sering dijumpai remisi pada wanita yang sedang hamil, hal ini menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. D. MANIFESTASI KLINIK Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang lazim ditemukan pada penderita Reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi. a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya. b. Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang. c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam. d. Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang . e. Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi. f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat. g. Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi): reumatik juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis siccs yang merupakan sindrom SjÖgren, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai pada myocardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati. E. DIAGNOSTIK Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen. Kriteria Artritis rematoid menurut American reumatism Association (ARA) adalah: • Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari (Morning Stiffness). • Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi. • Pembengkakan ( oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan ) pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu. • Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain. • Pembengkakan sendi yanmg bersifat simetris. • Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor. • Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid • Uji aglutinnasi faktor rheumatoid • Pengendapan cairan musin yang jelek • Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia • gambaran histologik yang khas pada nodul. Berdasarkan kriteria ini maka disebut : o Klasik : bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu o Definitif : bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu. o Kemungkinan rheumatoid : bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 4 minggu. F. PENATALAKSANAAN / PERAWATAN Oleh karena kausa pasti arthritis Reumatoid tidak diketahui maka tidak ada pengobatan kausatif yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Hal ini harus benar-benar dijelaskan kepada penderita sehingga tahu bahwa pengobatan yang diberikan bertujuan mengurangi keluhan/ gejala memperlambat progresifvtas penyakit. Tujuan utama dari program penatalaksanaan / perawatan adalah sebagai berikut : • Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan • Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita • Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi • Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain. Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas, yaitu : a. Pendidikan Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus. b. Istirahat Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat. c. Latihan Fisik dan Termoterapi Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang bisa diatur serta mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di rumah. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya penyakit. d. Diet/Gizi Penderita Reumatik tidak memerlukan diet khusus. Ada sejumlah cara pemberian diet dengan variasi yang bermacam-macam, tetapi kesemuanya belum terbukti kebenarannya. Prinsip umum untuk memperoleh diet seimbang adalah penting. e. Obat-obatan Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan penyakit reumatik. Obat-obatan yang dipakai untuk mengurangi nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit. II. KONSEP KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya. • Aktivitas / istirahat Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan. Tanda : Malaise, Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi. • Kardiovaskuler Gejala: Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal). • Integritas ego Gejala: Faktor-faktor stres akut / kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan), Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya ketergantungan pada orang lain). • Makanan / cairan Gejala: Ketidakmampuan untuk menghasilkan / mengkonsumsi makanan / cairan adekuat: mual, anoreksia, Kesulitan untuk mengunyah (keterlibatan TMJ) Tanda: Penurunan berat badan, Kekeringan pada membran mukosa. • Hygiene Gejala: Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan • Neurosensori Gejala: Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan. Gejala: Pembengkakan sendi simetris • Nyeri / kenyamanan Gejala: Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi). • Keamanan Gejala: Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan ringan dalam menangani tugas / pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap. Kekeringan pada meta dan membran mukosa. • Interaksi sosial Gejala: Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi. • Penyuluhan / pembelajaran Gajala : Riwayat AR pada keluarga (pada awitan remaja). Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, “ penyembuhan “ arthritis tanpa pengujian. Riwayat perikarditis, lesi katup, fibrosis pulmonal, pleuritis. Pertimbangan: DRG Menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari. Rencana Pemulangan: Mungkin membutuhkan bantuan pada transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas/ pemeliharaan rumah tangga. B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK • Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus. • Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas. • Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas. • Laju Endap Darah: Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat • Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi. • Sel Darah Putih: Meningkat pada waktu timbul prosaes inflamasi. • Haemoglobin: umumnya menunjukkan anemia sedang. • Ig (Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai penyebab AR. • Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan. • Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium • Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi • Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen (C3 dan C4). • Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas. C. PRIORITAS KEPERAWATAN • Menghilangkan nyeri • Meningkatkan mobilitas. • Meningkatkan monsep diri yang positif • mendukung kemandirian • Memberikan informasi mengenai proses penyakit/ prognosis dan keperluan pengobatan. D. TUJUAN PEMULANGAN • Nyeri hilang/ terkontrol • Pasien menghadapi saat ini dengan realistis • Pasien dapat menangani AKS sendiri/ dengan bantuan sesuai kebutuhan. • Proses/ prognosis penyakit dan aturan terapeutik dipahami. E. DIAGNOSA KEPERAWATAN I. NYERI AKUT/ KRONIS Dapat dihubungkan dengan: o Agen pencedera o Distensi jaringan oleh akumulasi cairan / proses inflamasi o Destruksi sendi. Dapat dibuktikan oleh: o Keluhan nyeri, ketidaknyamanan, kelelahan. o Berfokus pada diri sendiri/ penyempitan fokus o Perilaku distraksi/ respons autonomic o Perilaku yang bersifart ahti-hati/ melindungi o Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan: o Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol o Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan. o Mengikuti program farmakologis yang diresepkan o Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri. Intervensi dan Rasional: o Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal Rasional: Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program o Berikan matras / kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan Rasional: Matras yang lembut / empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri o Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace. Rasional: Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi o Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak. Rasional: Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi o Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya. Rasional: Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan o Berikan masase yang lembut Rasional: Meningkatkan relaksasi / mengurangi nyeri o Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif, sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas. Rasional: Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping o Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu. Rasional: Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat o Beri obat sebelum aktivitas / latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. Rasional: Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi o Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat) Rasional: Sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas. o Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan Rasional: Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut II. MOBILITAS FISIK, KERUSAKAN Dapat dihubungkan dengan : o Deformitas skeletal o Nyeri o Ketidaknyamanan o Intoleransi aktivitas o Kenurunan kekuatan otot. Dapat dibuktikan oleh: o Keengganan untuk mencoba bergerak / ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik o Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot / kontrol dan massa (tahap lanjut). Hasil yang diharapkan / kriteria Evaluasi, Pasien akan: o Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya / pembatasan kontraktur. o Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh. o Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas Intervensi dan Rasional: o Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi Rasional: Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi o Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu. Rasional: Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan o Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan Rasional: Mempertahankan / meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi o Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan / bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze Rasional: Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit o Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace Rasional: Meningkatkan stabilitas (mengurangi resiko cidera) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor o Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. Rasional: Mencegah fleksi leher o Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan Rasional: Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas o Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda. Rasional: Menghindari cidera akibat kecelakaan / jatuh o Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. Rasional: Berguna dalam memformulasikan program latihan / aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat o Kolaborasi: Berikan matras busa / pengubah tekanan. Rasional: Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas o Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid). Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut III. GANGGUAN CITRA TUBUH/ PERUBAHAN PENAMPILAN PERAN Dapat dihubungkan dengan : o Perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum o Peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas Dapat dibuktikan oleh: o Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit. o Bicara negatif tentang diri sendiri, fokus pada kekuatan masa lalu, dan penampilan. o Perubahan pada gaya hidup / kemapuan fisik untuk melanjutkan peran, kehilangan pekerjaan, ketergantungan pada orang terdekat o Perubahan pada keterlibatan sosial; rasa terisolasi. o Perasaan tidak berdaya, putus asa. Hasil yang dihapkan / kriteria Evaluasi-Pasien akan : o Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan. o Menyusun rencana realistis untuk masa depan. Intervensi dan Rasional: o Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan. Rasional: Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung o Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual. Rasional: Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut o Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan. Rasional: Isyarat verbal / non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri o Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan. Rasional: Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi o Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan. Rasional: Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut o Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping. Rasional: Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri o Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas. Rasional: Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong berpartisipasi dalam terapi o Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan. Rasional: Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri o Berikan bantuan positif bila perlu. Memungkinkan pasien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya diri o Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri, psikolog. Rasional: Pasien / orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang / ketidakmampuan o Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obat-obatan peningkat alam perasaan. Rasional: Mungkin dibutuhkan pada saat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemampuan koping yang lebih efektif IV. KURANG PERAWATAN DIRI Dapat dihubungkan dengan : o Kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi. Dapat dibuktikan oleh: o Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari. Hasil yang dihapkan / kriteria Evaluasi, Pasien akan : o Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual. o Mendemonstrasikan perubahan teknik / gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri. o Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi / komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri. Intervensi dan Rasional: o Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi. Rasional: Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini. o Pertakhankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. Rasional: Mendukung kemandirian fisik/emosional o Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi / rencana untuk modifikasi lingkungan. Rasional: Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri o Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. Rasional: Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran o Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan evaluasi setelahnya. Rasional: Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat kemampuan aktual o Kolaborasi: atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan rumah, ahli nutrisi. Rasional: Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk persiapan situasi di rumah V. PENATALAKSANAAN PEMELIHARAAN RUMAH, KERUASAKAN, RESIKO TINGGI TERHADAP Faktor risiko meliputi: o Proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat. Dapat dibuktikan oleh: o (Tidak dapat diterapkan; adanya tanda dan gejala membuat diagnosa menjadi aktual) Hasil yang diharapkan / kriteria Evaluasi, Pasien akan : o Mempertahankan keamanan, lingkungan yang meningkatkan pertumbuhan. o Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang efektif dan tepat. Intervensi dan Rasional: o Kaji tingkat fungsi fisik Rasional: Mengidentifikasi bantuan/ dukungan yang diperlukan o Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan untuk diri sendiri. Rasional: Menentukan kemungkinan susunan yang ada/ perubahan susunan rumah untuk memenuhi kebutuhan individu o Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi individual. Identifikasi sistem pendukung yang tersedia untuk pasien, mis: membagi tugas-tugas rumah tangga antara anggota keluarga. Rasional: Menjamin bahwa kebutuhan akan dipenuhi secara terus-menerus o Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan, mis: lift, peninggian dudukan toilet. Rasional: Memberikan kesempatan untuk mendapatkan peralatan sebelum pulang o Kolaborasi: Koordinasikan evaluasi di rumah dengan ahli terapi okupasi. Rasional: Bermanfaat untuk mengidentifikasi peralatan, cara-cara untuk mengubah tugas-tugas untuk mengubah tugas-tugas untuk mempertahankan kemandirian o Kolaborasi: Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: pelayanan pembantu rumah tangga bila ada. Rasional: Memberikan kemudahan berpindah pada / mendukung kontinuitas dalam situasi rumah VI. KURANG PENGETAHUAN (KEBUTUHAN BELAJAR), MENGENAI PENYAKIT, PROGNOSIS, DAN KEBUTUHAN PENGOBATAN. Dapat dihubungkan dengan : o Kurangnya pemajanan / mengingat. o Kesalahan interpretasi informasi. Dapat dibuktikan oleh: o Pertanyaan / permintaan informasi, pernyataan kesalahan konsep. o Tidak tepat mengikuti instruksi / terjadinya komplikasi yang dapat dicegah. Hasil yang diharapkan / kriteria Evaluasi, pasien akan : o Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan. o Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas. Intervensi dan Rasional: o Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan. Rasional: Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi o Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet,obat-obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan istirahat. Rasional: Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas o Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stres. Rasional: Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakit kronis kompleks o Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik. Rasional: Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis o Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau antasida pada waktu tidur. Rasional: Membatasi irigasi gaster, pengurangan nyeri pada HS akan meningkatkan tidur dan mengurangi kekakuan di pagi hari o Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, mis: tinitus, perdarahan gastrointestinal, dan ruam purpuruik. Rasional: Memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin dapat mengakibatkan takar lajak. Tinitus umumnya mengindikasikan kadar terapeutik darah yang tinggi o Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat-obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter. Rasional: Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi yang dapat meningkatkan risiko takar layak obat/ efek samping yang berbahaya o Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein dan zat besi. Rasional: Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan jaringan o Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan. Rasional: Pengurangan berat badan akan mengurangi tekanan pada sendi, terutama pinggul, lutut, pergelangan kaki, telapak kaki o Berikan informasi mengenai alat bantu Rasional: Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan o Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk dari pada berdiri untuk mempersiapkan makanan dan mandi Rasional: Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian o Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada saat istirahat maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya menjaga agar sendi tetap meregang, tidak fleksi, menggunakan bebat untuk periode yang ditentukan, menempatkan tangan dekat pada pusat tubuh selama menggunakan, dan bergeser daripada mengangkat benda jika memungkinkan. Rasional: Mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri o Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit lainnya dibawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat. Rasional: Mengurangi resiko iritasi / kerusakan kulit o Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan / pemeriksaan laboratorium, mis: LED, Kadar salisilat, PT. Rasional: Terapi obat-obatan membutuhkan pengkajian / perbaikan yang terus menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah takar lajak, efek samping yang berbahaya. o Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan Rasional: Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan tehnik atau pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri / percaya diri o Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: yayasan arthritis (bila ada). Bantuan / dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan pemulihan maksimal

Askep Anak dengan Marasmus PENGERTIAN

Askep Anak dengan Marasmus PENGERTIAN • Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649). • Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196). • Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212). • Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157). • Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi. • Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi tubuh untuk : 1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein. 2. Sebagai cadangan protein tubuh. 3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen). 4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu. 5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin. Dalam darah ada 3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen. ETIOLOGI • Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999). • Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116). PATOFISIOLOGI Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11). MANIFESTASI KLINIK Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999). Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut : 1. Badan kurus kering tampak seperti orangtua 2. Lethargi 3. Irritable 4. Kulit keriput (turgor kulit jelek) 5. Ubun-ubun cekung pada bayi 6. Jaingan subkutan hilang 7. Malaise 8. Kelaparan 9. Apatis PENATALAKSANAAN 1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin. 2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit. 3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat. 4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital. Penanganan KKP berat Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi. Upaya pengobatan, meliputi : - Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi. - Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik - Pengobatan infeksi - Pemberian makanan - Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin, anemia berat dan payah jantung. Menurut Arisman, 2004:105 - Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi. - Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam. - Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam. - Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan dalam kegiatan rehidrasi. - Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut sebagai F-75 dan F-100. Menurut Nuchsan Lubis Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap, yaitu : 1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan IV. - cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose 5%. - Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. - Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya. - Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari. 2. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan - Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari. - Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari. - Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan Fisik a. Mengukur TB dan BB b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter) c. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita. d. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak). 2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin. FOKUS INTERVENSI 1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004) Tujuan : Pasien mendapat nutrisi yang adekuat Kriteria hasil : meningkatkan masukan oral. Intervensi : a. Dapatkan riwayat diet b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan d. Gunakan alat makan yang dikenalnya e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan memuji anak untuk makan mereka f. Sajikan makansedikit tapi sering g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah 2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito, 2001:140) Tujuan : Tidak terjadi dehidrasi Kriteria hasil : Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik. Intervensi : a. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi b. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan c. Ukur haluaran urine dengan akurat 3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik. (Doengoes, 2000). Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit Kriteria hasil : kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal Intervesi : a. Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi b. Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi c. Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang d. Alih baring 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh Tujuan : Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi Kriteria hasil: suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normal Intervensi : a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan b. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril c. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi d. Beri antibiotik sesuai program 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004) Tujuan : pengetahuan pasien dan keluarga bertambah Kriteria hasil: Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala. Intervensi : a. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien b. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi c. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat d. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien 6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat. (Carpenito, 2001:157). Tujuan : Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya. Kriteria hasil : Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas motorik sesuai dengan usianya. Intervensi : a. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia. b. Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II c. Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan d. Berikan mainan sesuai usia anak. 7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi. (Carpenito, 2001:3) Tujuan : Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya. Kriteria hasil : Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas. Intervensi : a. Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia b. Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien 8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi). (Carpenio, 2001:143). Tujuan : Kelebihan volume cairan tidak terjadi. Kriteria hasil : Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema, memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral. Intervensi : a. Pantau kulit terhadap tanda luka tekan b. Ubah posisi sedikitnya 2 jam c. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.

gizi untuk bayi

GIZI memiliki peranan yang tidak diragukan lagi pada tumbuh kembang anak terutama dalam kaitannya dengan lingkungan anak sejak dalam kandungan hingga remaja. Pola makan dan kualitas makanan anak di negara-negara tropik merupakan tantangan yang sangat perlu dikaji lebih mendalam untuk menjawab masalah gizi pada tumbuh kembang anak di Indonesia. Sejak lama telah diketahui bahwa gizi sangat penting peranannya dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak sejak konsepsi dalam rahim dan berakhir pada masa pubertas. Dalam tumbuh kembang anak terdapat tahapan yang perlu diperhatikan pada periode kritis: • Tahap Prenatal (dalam rahim) - Merupakan bagian dari suatu proses perkembangan genetik yang dimodifikasi oleh variable ibu (maternal), apabila ibu hamil mendapatkan makanan yang cukup, maka bayi yang dikandungnya akan lahir normal. Pada ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi akan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. • Tahap Postnatal (pasca lahir) - Dimana bayi dalam proses tumbuh kembang hingga dewasa dipengaruhi oleh lingkungan hidup keluarganya, sosial, ekonomi dan faktor lingkungan lainnya. Gizi yang tepat merupakan promosi utama untuk pertumbuhan dan perkembangan normal pada anak waktu tahap-tahap di atas. Anak membutuhkan: • Makro Nutrien (protein, lemak, karbohidrat dan cairan) • Mikro Nutrien (vitamin dan mineral) Dalam era globalisasi ini perkembangan teknologi pangan dan gizi tampak sangat menonjol sehingga produk yang ditawarkan pada masyarakat semakin banyak dan bervariasi. Kebutuhan gizi pada usia balita perlu diperhatikan tentang kualitas ASI dan kemampuan memberikan ASI ekslusif pada ibu bekerja di Indonesia hingga 6 bulan. Perubahan pemberian makanan dan kesukarannya menjelang 2 tahun merupakan akhir kritis yang sangat menentukan. Untuk membantu mencukupi kebutuhan gizi bagi balita diperlukan makanan pendamping ASI yang bergizi yang kaya akan kandungan protein, vitamin dan mineral. Untuk menghindari masalah yang serius karena kekurangan gizi makan pada tahap-tahap diatas: • Tahap Prenatal - Perlu tambahan nutrisi dengan tujuan untuk meningkatkan status gizi para ibu hamil dengan cara menerapkan pola makan yang baik, mengkonsumsi makanan dan buah-buahan yang bergizi serta meminum susu khusus ibu hamil yang memiliki kandungan gizi yang baik. • Tahap Postnatal - Perlu makanan pendamping ASI (MPASI) yang bermutu dan bergizi tinggi setelah bayi diberikan ASI Ekslusif selama 6 bulan.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STRIKTURA URETRA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STRIKTURA URETRA OLEH : DADANG POLTEKKES DEPKES PALEMBANG JURUSAN KEPERAWATAN 2011 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirahim, Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh, Segala puji dan syukur kami penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang mana telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Askep Striktura Uretra” sebagai kegiatan dan salah satu tugas serta bahan pembelajaran pada bidang Keperawatan Maternitas. Dalam penyusunan Askep ini kami menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami sebagai penulis dan penyusun, baik kekurangan dalam isi maupun penyusunannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran-saran yang sangat membangun dari pembaca. Pada kesempatan ini pula kami sebagai penulis dan penyusun menyampaikan terima kasih kepada dosen pengajar yang telah membimbing kami dalam penulisan makalah serta teman-teman sekalian yang telah membantu kelancaran penulisan. Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh, Palembang, April 2009 Tim Penyusun BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Etiologinya Striktura dibagi dalam 3 jenis, Yaitu stirktur konginetal, striktur traumatik dan stritur akibat infeksi. Striktur Uretra Kongenital Sering terjadi di Fosa nafikularis dan Pars membranasea, sifat striktur ini adalah stationer. Striktur Uretra Traumatik Trauma pada daerah kemaluan dapat menyebabkan ruptura uretra. Timbul Striktur traumatik dalam waktu satu bulan. Striktur akibat trauma lebih progresif dari pada striktur akibat infeksi. Pada ruptura uretra ditemukan hematuri gross. Striktur akibat Infeksi Jenis ini biasanya disebabkan oleh infeksi Veneral. Timbulnya lebih lambat dari pada triktur traumatik. Gambaran Klinik : Pancaran kecil, lemah dan sering disertai mengejan, biasanya karena ada retensio urin serta timbul gejala-gejala sistitis. Gejala ini timbul perlahan-lahan selama beberapa bulan atau bertahun-tahun , apa bila satu hari pancaran normal kemudian hari berikutnya pancaran kecil dan lemah jangan dipikirkan striktur uretra tetapi ke arah batu buli-buli yang turun ke uretra. BAB II LANDASAN TEORI A. PENGERTIAN Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil. Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan kontraksi. (C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468). Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria daripada wanita terutama karena perbedaan panjangnya uretra. (C. Long , Barbara;1996 hal 338). Striktura uretra adalah penyempitan lumen uretra disertai menurunnya (hilangnya) elastisitas uretra. Striktura 60-70%. Hal ini karena  uretra sering terjadi di pars bulbaris sebagian besar striktura uretra terjadi karena trauma di daerah perineal, yang disebut straddle injury. B. ANATOMI FISIOLOGI URETRA Uretra adalah saluran yang dimulai dari orifisium uretra interna di bagian buli-buli sampai orifisium uretra eksterna glands penis, dengan panjang yang bervariasi. Uretra pria dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian anterior dan bagian posterior. Uretra posterior dibagi menjadi uretra pars prostatika dan uretra pars membranasea. Uretra anterior dibagi menjadi meatus uretra, pendulare uretra dan bulbus uretra. Dalam keadaan normal lumen uretra laki-laki 24 ch, dan wanita 30 ch. Kalau 1 ch = 0,3 mm maka lumen uretra laki-laki 7,2 mm dan wanita 9 mm. 1. Uretra bagian anterior Uretra anterior memiliki panjang 18-25 cm (9-10 inchi). Saluran ini dimulai dari meatus uretra, pendulans uretra dan bulbus uretra. Uretra anterior ini berupa tabung yang lurus, terletak bebas diluar tubuh, sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah. Uretra anterior, dibagi menjadi : a)Pars bulbaris : terletak di proksimal, merupakan bagian uretra yang melewati bulbus penis. b) Pars pendulan/cavernosa/spongiosa : bagian uretra yang melewati corpus spongiosum penis. c) Pars glandis : bagian uretra di glans penis. Uretra ini sangat pendek dan epitelnya sudah berupa epitel squamosa (squamous compleks noncornificatum). Kalau bagian uretra yang lain dilapisi oleh epitel kolumner berlapis. Menurut Sobotta, uretra masculina dibagi menjadi 4 bagian, pars intramuralis = di dinding vesica urinaria, pars prostatica = menembus prostat, pars membranacea = di diafragma urogenitale, dan pars bulbaris/sponqiosa = di corpus spongiosum penis. 2. Uretra bagian posterior Uretra posterior memiliki panjang 3-6 cm (1-2 inchi). Uretra yang dikelilingi kelenjar prostat dinamakan uretra prostatika. Bagian selanjutnya adalah uretra membranasea, yang memiliki panjang terpendek dari semua bagian uretra, sukar untuk dilatasi dan pada bagian ini terdapat otot yang membentuk sfingter. Sfingter ini bersifat volunter sehingga kita dapat menahan kemih dan berhenti pada waku berkemih. Uretra membranacea terdapat dibawah dan dibelakang simpisis pubis, sehingga trauma pada simpisis pubis dapat mencederai uretra membranasea. Uretra posterior, dibagi lagi menjadi: a) Pars prostatica : bagian uretra yang melewati prostat. b) Pars memberanacea : bagian uretra setinggi musculus sphincter uretra (diafragma pelvis). C. DERAJAT PENYEMPITAN URETRA Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu derajat: 1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra 2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra 3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis. Gambar 2. Derajat Penyempitan Uretra D. ETIOLOGI Penyebab striktura uretra: 1) Kongenital Hal ini jarang terjadi. Misalnya: a) Meatus kecil pada meatus ektopik pada pasien hipospodia. b) Divertikula kongenital -> penyebab proses striktura uretra. 2) Trauma Merupakan penyebab terbesar striktura (fraktur pelvis, trauma uretra anterior, tindakan sistoskopi, prostatektomi, katerisasi). a) Trauma uretra anterior, misalnya karena straddle injury. Pada straddle injury, perineal terkena benda keras, misalnya plantangan sepeda, sehingga menimbulkan trauma uretra pars bulbaris. b) Fraktur/trauma pada pelvis dapat menyebabkan cedera pada uretra posterior. Jadi seperti kita ketahui, antara prostat dan os pubis dihubungkan oleh lig. puboprostaticum. Sehingga kalau ada trauma disini, ligamentum tertarik, uretra posterior bisa sobek. Jadi memang sebagian besar striktura uretra terjadi dibagian-bagian yang terfiksir seperti bulbus dan prostat. Di pars pendulan jarang terjadi cedera karena sifatnya yang mobile. c) Kateterisasi juga bisa menyebabkan striktura uretra bila diameter kateter dan diameter lumen uretra tidak proporsional. 3) Infeksi, seperti uretritis, baik spesifik maupun non spesifik (GO, TBC). Kalau kita menemukan pasien dengan urteritis akut, pasien harus diberi tahu bahwa pengobatannya harus sempurna. Jadi obatnya harus dibeli semuanya, jangan hanya setengah apalagi sepertiganya. Kalau pengobatannya tidak tuntas, uretritisnya bisa menjadi kronik. Pada uretritis akut, setelah sembuh jaringan penggantinya sama dengan iarinqan asal. Jadi kalau asalnya epitel squamous, jaringan penggantinya juga epitel squamous. Kalau pada uretritis kronik, setelah penyembuhan, jaringan penggantinya adalah jarinqan fibrous. Akibatnya lumen uretra menjadi sempit, dan elastisitas ureter menghilang. Itulah sebabnya pasien harus benar-benar diberi tahu agar menuntaskan pengobatan. Di dalam bedah urologi dikatakan bahwa sekali striktur maka selamanya striktur. 4) Tumor Tumor bisa menyebabkan striktura melalui dua cara, yaitu proses penyembuhan tumor yang menyebabkan striktura uretra, ataupun tumornya itu sendiri yang mengakibatkan sumbatan uretra. 5) Post operasi, Beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur uretra, seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi. E. PATOLOGI Striktur Uretra Trabekulasi, sarkulasi dan vertikal : Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, sesuai dengan hukum starling, dan apabila otot diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal dan akan terjadi trabekulasi pada fase compensasi, setelah itu pada fase decompensasi timbul sirkulasi dan vertikel menonjol di luar buli-buli. Dengan demikian divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot. Residu urine Pada fase compensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat timbul residu. Pada fase dekompensasi akan timbul residu, residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing dalam keadaan normal residu ini tidak ada. Refluks vesiku uretra Dalam keadaan normal pada saat b.a.k urine dikeluarkan buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesikel yang meninggi maka akan terjadi refluks yaitu urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ke ginjal. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal. Dalam keadaan normal buli-buli dalam keadaan stent. Salah satu cor tubuh mempertahankan buli-buli dengan perlu setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli gampang terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli akan timbul refluks, maka timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya. Inflitrat urine, abces dan fistulla. Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang maka timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proximal dari striktur urine yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul meninggi abces, abces pecah pistel disuprapubis atau uretra proximal dari striktur. F. PATOFISIOLOGI Struktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan mukosa pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan ginjal. Mukosanya terdiri dari epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna epitelnya skuamosa dan berlapis. Submukosanya terdiri dari lapisan erektil vaskular. Apabila terjadi perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan cara epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan ikat) yang tidak sama dengan semula. Jaringan ikat ini menyebabkan hilangnya elastisitas dan memperkecil lumen uretra, sehingga terjadi striktur uretra. POHON MASALAH G. MANIFESATASI KLINIS 1. Pancaran air kencing lemah 2. Pancaran air kencing bercabang Pada pemeriksaan sangat penting untuk ditanyakan bagaimana pancaran urinnya. Normalnya, pancaran urin jauh dan diameternya besar. Tapi kalau terjadi penyempitan karena striktur, maka pancarannya akan jadi turbulen. Mirip seperti pancaran keran di westafel kalau ditutup sebagian. 3. Frekuensi Disebut frekuensi apabila kencing lebih sering dari normal, yaitu lebih dari tuiuh kali. Apabila sering krencing di malam hari disebut nocturia. Dikatakan nocturia apabila di malam hari, kencing lebih dari satu kali, dan keinginan kencingnya itu sampai membangunkannya dari tidur sehingga mengganggu tidurnya. 4. Overflow incontinence (inkontinensia paradoxal) Terjadi karena meningkatnya tekanan di vesica akibat penumpukan urin yang terus menerus. Tekanan di vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan di uretra. Akibatnya urin dapat keluar sendiri tanpa terkontrol. Jadi disini terlihat adanya perbedaan antara overflow inkontinensia (inkontinesia paradoksal) dengan flow incontinentia. Pada flow incontinenntia, misalnya akibat paralisis musculus spshincter urtetra, urin keluar tanpa adanya keinginan untuk kencing. Kalau pada overflow incontinence, pasien merasa ingin kencing (karena vesicanya penuh), namun urin keluar tanpa bisa dikontrol. Itulah sebabnya disebut inkontinensia paradoxal. 5. Dysuria dan hematuria 6. Keadaan umum pasien baik H. PEMERIKSAAN a. Pemeriksaan Fisik Tidak jelas, karena memang letaknya di uretra, kecuali bila ada fistula uretrocutaneus. Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba fibrosis di uretra, infiltrat, abses atau fistula. Meatal kecil Vesika urinaria dapat teraba karena ada retensio urine. Vesica terlihat menonjol di atas simfisis pubis. Tambahan dr HSC 01 : Normalnya, pada orang dewasa, vesica yang kosong terletak di belakang simfisis pubis. Berbeda dengan letak vesica pada bayi dan anak. Pada bayi dan anak, vesica terletak lebih ke atas, sehingga pada bayi dan anak pungsi vesica boleh dilakukan pada saat vesica tidak penuh. Kalau pada orang dewasa, vesica yang tidak penuh merupakan kontraindikasi pungsi vesica. Anamnese Untuk mencari gejala dan tanda tiadanya striktur uretra juga untuk mencari penyebab striktur uretra. b. Pemeriksaan penunjang a) Laboratorium Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi. Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal. b) Radiologi Radiologi Diagnosa pasti dapat dibuat dengan uretrografi. Retrograde uretrografi untuk melihat uretra anterior. Antegrade uretrografi untuk melihat uretra posterior. Bipoler uretrografi adalah kombinasi dari pemeriksaan antegrade dan retrograde uretrografi. Dengan pemeriksaan ini diharapkan di samping dapat dibuat diagnosis striktur uretra dapat juga ditentukan panjang striktur uretra yang penting untuk perencanaan terapi/operasi. c) Uretroskopi Setelah dibuat diagnosis striktur uretra ditentukan lokasi dan panjang striktura. Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat sachse adalah striktura uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2 – 3 hari pasca tindakan. Setelah penderita dipulangkan penderita masih harus kontrol tiap minggu sampai satu bulan kemudian tiap bulan sampai 6 bulan dan tiap 6 bulan seumur hidup. Pemeriksaan dengan endoskopi untuk melihat adanya striktura. Jika diketemukan adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse. d) Uroflometri Uroflometri adalah pemeriksaan untuk menentukan jumlah yang dipancarkan perdetik normal flow maksimum laki-laki 15 ml/detik dan wanita 25 ml/detik. Terapi Kalau penderita datang dengan retensio urine atau inflitrat urine maka pertolongan pertama dengan cystostomi kemudian baru dibuat pemeriksaan uretrografi untuk memastikan adanya striktur uretra. Kalau penderita datang dengan infiltrat urine atau abses dilakukan insisi infiltrat pada abses dilakukan cystostomi baru kemudian dibuat uretrografi. e) Trukar cystostomie Kalau penderita datang dengan retensio urine atau infiltrat urine dilakukan cystostomi. Tindakan cystostomi dilakukan dengan trukar, dilakukan dengan anastesi, 1 jari di atas pubis dan di atas garis tengah tusukan membuat sudut setelah triktur masuk, dimasukkan kateter dan triktur dilepas, kateter difiksasi dengan benang sutera ke kulit. Uretroplasty Indikasi untuk uretroplasty adalah penderita dengan striktur uretra dengan panjang lebih 2 cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita striktur uretra pasca uretromi sachse. f) Instrumentasi Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter dengan ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke buli-buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil dapat masuk menandakan adanya penyempitan lumen uretra. g) Otis uretrotomie Tindakan otis uretrotomie dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal dari pendulans uretra dan fossa manikularis. Striktur uretra bisa juga diperbaiki dengan uretromie visual trans uretra atau dengan uretroplastik dengan anastomosis dari ujung ke ujung atau dengan grap ke dalam perawatan orang pasca oretrotomie visual trans uretral serupa dengan perawatan reseksi trans uretral prostatektomi (TURP). I. KOMPLIKASI 1. Trabekulasi, sakulasi dan divertikel Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka otot kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada sakulasi masih di dalam otot buli sedangkan divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot. 2. Residu urine Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak timbul residu. Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing. Dalam keadaan normal residu ini tidak ada. 3. Refluks vesiko ureteral Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang meninggi maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ginjal. 4. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya. 5. Infiltrat urine, abses dan fistulasi Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul abses, abses pecah timbul fistula di supra pubis atau uretra proksimal dari striktur. J. PENATALAKSANAAN Striktur uretra tidak dapat dihilangkan dengan jenis obat-obatan apapun. Pasien yang datang dengan retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urin, jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika. Pengobatan striktur uretra banyak pilihan dan bervariasi tergantung panjang dan lokasi dari striktur, serta derajat penyempitan lumen uretra. Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah: 1. Bougie (Dilatasi) Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan periksa adanya glukosa dan protein dalam urin. Tersedia beberapa jenis bougie (Gbr.4F). Bougie bengkok merupakan satu batang logam yang ditekuk sesuai dengan kelengkungan uretra pria; bougie lurus, yang juga terbuat dari logam, mempunyai ujung yang tumpul dan umumnya hanya sedikit melengkung; bougie filiformis mempunyai diameter yang lebih kecil dan terbuat dari bahan yang lebih lunak. Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah pengobatan dengan antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan glans penis dan meatus uretra dengan cermat dan persiapkan kulit dengan antiseptik yang lembut. Masukkan gel lidokain ke dalam uretra dan dipertahankan selama 5 menit. Tutupi pasien dengan sebuah duk lubang untuk mengisolasi penis. Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah dengan memasukkan sebuah bougie filiformis; biarkan bougie di dalam uretra dan teruskan memasukkan bougie filiformis lain sampai bougie dapat melewati striktur tersebut (Gbr.3A-D). Kemudian lanjutkan dengan dilatasi menggunakan bougie lurus (Gbr.3E). Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie bengkok atau lurus ukuran sedang dan secara bertahap dinaikkan ukurannya. Dilatasi dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. Karena itu, setiap dokter yang bertugas di pusat kesehatan yang terpencil harus dilatih dengan baik untuk memasukkan bougie. Penyulit dapat mencakup trauma dengan perdarahan dan bahkan dengan pembentukan jalan yang salah (false passage). Perkecil kemungkinan terjadinya bakteremi, septikemi, dan syok septic dengan tindakan asepsis dan dengan penggunaan antibiotik. Gambar 3. Dilatasi Uretra dengan Bougie Gambar 4. Dilatasi uretra pada pasien pria (lanjutan). Bougie lurus dan bougie bengkok (F); dilatasi strikur anterior dengan sebuah bougie lurus (G); dilatasi dengan sebuah bougie bengkok (H-J). 2. Uretrotomi interna Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse, laser atau elektrokoter. Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan pada wanita dengan striktur uretra. Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah striktur uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari pasca tindakan. Setelah pasien dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml/det dilakukan bouginasi. 3. Uretrotomi eksterna Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian dilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang masih sehat, cara ini tidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1 cm. Cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan fibrotik. Stadium I, daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit jaringan sehat di proksimal dan distalnya, lalu jaringan fibrotik dieksisi. Mukosa uretra dijahit ke penis pendulans dan dipasang kateter selama 5-7 hari. Stadium II, beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak, dilakukan pembuatan uretra baru. Uretroplasty dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2 cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca Uretrotomi Sachse. Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada umumnya setelah daerah striktur di eksisi, uretra diganti dengan kulit preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau pedikel graft yaitu dibuat tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis dengan menyertakan pembuluh darahnya. Medika mentosa Analgesik non narkotik untuk mengendalikan nyeri. Medikasi antimikrobial untuk mencegah infeksi. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN Pengkajian terhadap klien dengan gangguan urologi meliputi pengumpulan data dan analisa data. Dalam pengumpulan data, sumber data klien diperoleh dari diri klien sendiri, keluarga, perawat, dokter ataupun dari catatan medis. Pengumpulan data meliputi : Biodata klien dan penanggung jawab klien. Biodata klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status, agama, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medik. Biodata penanggung jawab meliputi : Umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan keluarga. Keluhan utama Merupakan keluhan klien pada saat dikaji, klien yang mengatakan tidak dapat BAK seperti biasa dan merasakan nyeri pada daerah post op striktur uretra (cystostomi). Riwayat kesehatan masa lalu/lampau akan memberikan informasi-informasi tentang kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita pada masa lalu. Pemeriksaan fisik Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi terhadap bagian sistem tubuh, makan akan ditemukan hal-hal sebagai berikut : Keadaan umum Pada klien post op striktur uretra perlu dilihat dalam hal : keadaan umumnya meliputi penampilan, kesadaran, gaya bicara. Pada post op striktur uretra mengalami gangguan pola eliminasi BAK sehingga dilakukan pemasangan kateter tetap. Sistem pernafasan Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya sakit pada lubang hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu bernafas, kesimetrisan gerakan dada pada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas dan gangguan pernafasan yang timbul. Apakah bersih atau ada ronchi, serta frekuensi nafas. hal ini penting karena imobilisasi berpengaruh pada pengembangan paru dan mobilisasi secret pada jalan nafas. Sistem kardiovaskuler Mulai dikaji warna konjungtiva, warna bibir, ada tidaknya peninggian vena jugularis dengan auskultasi dapat dikaji bunyi jantung pada dada dan pengukuran tekanan darah dengan palpasi dapat dihitung frekuensi denyut nadi. Sistem pencernaan Yang dikaji meliputi keadaan gigi, bibir, lidah, nafsu makan, peristaltik usus, dan BAB. Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui secara dini penyimpangan pada sistem ini. Sistem genitourinaria Dapat dikaji dari ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang keadaan alat-alat genitourinaria bagian luar mengenai bentuknya ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta bagaimana pengeluaran urinenya, lancar atau ada nyeri waktu miksi, serta bagaimana warna urine. Sistem muskuloskeletal Yang perlu dikaji pada sistem ini adalah derajat Range of Motion dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang dilaporkan klien waktu bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya luka pada otot harus dikaji juga, karena klien imobilitas biasanya tonus dan kekuatan ototnya menurun. Sistem integumen Yang perlu dikaji adalah keadaan kulitnya, rambut dan kuku, pemeriksaan kulit meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan. Sistem neurosensori Sisten neurosensori yang dikaji adalah fungsi serebral, fungsi saraf cranial, fungsi sensori serta fungsi refleks. Pola aktivitas sehari-hari Pola aktivitas sehari-hari pada klien yang mengalami post op striktur uretra meliputi frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan, jenis dan kuantitas minum dan eliminasi yang meliputi BAB (Frekuensi, warna, konsistensi) serta BAK (frekuensi, banyaknya urine yang keluar setiap hari dan warna urine). Personal hygiene (frekuensi mandi, mencuci rambut, gosok gigi, ganti pakaian, menyisir rambut dan menggunting kuku). Olahraga (frekuensi dan jenis) serta rekreasi (frekuensi dan tempat rekreasi). Data psikososial Pengkajian yang dilakukan pada klien imobilisasi pada dasarnya sama dengan pengkajian psikososial pada gangguan sistem lain yaitu mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri) dan hubungan interaksi klien baik dengan anggota keluarganya maupun dengan lingkungan dimana ia berada. Pada klien dengan post op striktur uretra dan imobilisasi adanya perubahan pada konsep diri secara perlahan-lahan yang mana dapat dikenali melalui observasi terhadap adanya perubahan yang kurang wajar dan status emosional perubahan tingkah laku, menurunnya kemampuan dalam pemecahan masalah dan perubahan status tidur. Data spiritual Klien dengan post op striktur uretra perlu dikaji tentang agama dan kepribadiannya, keyakinan : harapan serta semangat yang terkandung dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan penyakitnya. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Retensi urine berhubungan dengan penyempitan lumen uretra. 2. Nyeri berhubungan dengan penyempitan pada uretra, saat BAK 3. Inkontinensia urine berhubungan dengan gangguan neurologis di atas sakral pusat berkemih atau pontine pusat berkemih. 4. Disfungsi seksual berhubungan dengan penyakit (striktur uretra), perubahan struktur atau fungsi tubuh, perubahan bio psikososial dari seksualitas. 5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, ansietas, nocturia 6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya kateter suprapubik, insisi bedah sitostomi suprapubik. 7. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, masalah tentang kemampuan seksualitas. 8. Resiko Infeksi berhubungan dengan refluks vesika uretra. 3. INTERVENSI KEPERAWATAN DP. 1 Retensi urine berhubungan dengan penyempitan lumen. Batasan Karakteristik : Subjektif : - disuria - sensasi kandung kemih penuh Ojektif : - distensi kandung kemih - urin menetes - inkontinensia yang melimpah - urine masih tersisa haluaran urine sedikit,sering atau tidak ada Hasil yang disarankan oleh NOC Kontinensia urine : pengendalian eliminasi urine Eliminasi urine : kemampuan sistem perkemihan untuk menyaring sisa, menyimpan zat terlarut, dan mengumpulkan serta membuang urine dengan pola yang sehat. Tujuan/ kriteria evaluasi Menunjukkan kontinensia urine, ditandai dengan indikator sebagai berikut o Bebas dari kebocoran urine diantara berkemih o Kandung kemih kosong sempurna o Tidak ada sisa setelah buang air o Asupan cairan dalam rentang yang diharapkan Intervensi dan Rasionalisasi No Intervensi Rasionalisasi 1. Mandiri Dorong pasien untuk berkemih 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan. Meminimalkan retensi urinedistensi berlebih pada kandung kemih 2. Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan. Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi. 3. Dorong msukan cairan 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung, bila diindikasikan. Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi jaringan dan membersihkan jaringan dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri. 4. Perkusi/ palpasi area suprapubik Distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea subpubik. 5. Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih, perhatikan penurunan haluaran urine dan perubahan berat jenis. Retensi unrin meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal. 6. Kolaborasi Berikan obat sesuai indikasi: antispasmodik, Supositoria rektal Menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan dengan iritasi oleh kateter Supositoria diarsorpsi dengan mudah melalui mukosa ke dalam jaringan kandung kemih untuk menghasilkan relaksasi otot. DP. 2 Nyeri berhubungan dengan penyempitan pada uretra, saat BAK Batasan Karakteristik : Subjektif : - mengungkapkan secara verbal atau melaporkan dengan isyarat Objektif : - posisi menghindari nyeri - perilaku ekspresif (misalnya kegelisahan, merintih, menari napas panjang, kewaspadaan berlebih, peka terhadap rangsang) - wajah topeng nyeri (nyeri) - perilaku menjaga atau melindungi - fokus menyempit (misalnya perubahan pada persepsi waktu,pengurangan interaksi dengan lingkungan dan orang lain, perubahan proses pikir) - bukti yang dapat diamati (nyeri) - gangguan tidur (mata terlihat kuyu,gerakan tidak teratur atau tidak menentu,menyeringai). Hasil yang disarankan NOC Tingkat kenyamanan : perasaan senang secara fisik dan psikologi Prilaku mengendalikan nyeri : tindakan seseorang untuk mengendalikan nyeri. Nyeri, efek merusak: jumlah nyeri yang dilaporkan atau ditunjukkan. Tujuan/kriteria evaluasi Pasien akan: o Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan, o Mempertahankan tingkat nyeri pada skala (1-10) o Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologi o Mengenali faktor penyebab Intervensi dan Rasionalisasi No Intervensi Rasionalisasi 1 Mandiri Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri. Memberi informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan/ keefektifan intervensi. 2 Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah Meningkatkan relaksasi otot 3 Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping. 4 Pertahankan tirah baring bila diindikasikan Tirah bering mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut. 5 Kolaborasi Masukkan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase. Pengliran kandung kemih menurunkan tegangan dan kepekaan kelenjar 6 Melakukan masase prostat Membantu dalam evakuasi duktus kelenjar untuk menghilangkan kongesti/inflamasi. DP. 3 Inkontinensia urine berhubungan dengan peningkatan tekanan di vesika, gangguan neurologis di atas sakral pusat berkemih atau pontine pusat berkemih.  Batasan Karakteristik : • Subjektif : - Sensasi berkemih tanpa hambatan kontraksi VU yang disadari. - Tidak ada sensai urgensi berkemih. - Tidak ada sensasi penuhnya VU • Objektif : - Pengosongan sempurna dengan lesi diatas pontine pusat berkemih - Keluarnya urin sebelum sampai di kamar kecil.  Hasil Yang Disarankan NOC : • Kontinensia urine : kendali eliminasi urine. • Eliminasi urine : Kemampuan sistem perkemihan untuk menyaring sisa-sisa mempertahankan zat terlarut, dan pengumpilan serta pengeluaran urin dalam pola yang sehat.  Tujuan/ Kriteria Evaluasi • Menunjukkan kontinensia urin,dibuktikan dengan indikator sebagai berikut : - Mengenali urgensi berkemih - Keadekuatan waktu untuk mencapai kamar kecil antara urgensi dan pengeluaran urine. - Pakaian dalam tetap kering sepanjang hari - Pakaian dalam atau tempat tidur tetap kering sepanjang malam. - Mampu berkemih secara mandiri. - Mampu memperkirakan pola untuk mengeluarkan urine.  Intervensi dan Rasionalisasi No Intervensi Rasionalisasi 1 2 3 4 Mandiri Kaji pola sebelumnya dan dibandingkan dengan pola yang sekarang Buat program latihan kandung kemih. Tingkatkan partisipasi pasien sesuai tingkat kemampuannya. Anjurkan untuk minum adekuat selama siang hari (paling sedikit 2L sesuai toleransi), diet tinggi serat dan sari buah. Batsi minum saat menjelang malam dan waktu tidur. Memberi informasi mengenai perubahan yang mungkin selanjutnya memerlukan pengkajian/ intervensi. Menstimulasi kesadaran pasien, meningkatkan pengaturan fungsi tubuh Menurunkan resiko konstipasi/ dehidrasi. Pembatasan minum pada sore menjelang malam hari dapat menurunkan seringnya berkemih/ inkontinensia selama malam hari. DP. 4 Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur atau fungsi tubuh, perubahan bio psikososial dari seksualitas. Batasan Karakteristik : - Subjektif : o Perubahan dalam penerimaan kepuasan seksual o Perubahan terhadap diri sendiri dan orang lain o Ketidak mampuan untuk mencapai kepuasan yang diharapkan o Mencari penegasan keinginan o Pengungkapan masalah secara verbal - Objektif : o Pembatasan yang dialami atau aktual terkait dengan penyakit dan/atau terapi o Perubahan dalam pencapaian peran seks yang dialami o Perubahan hubungan dengan orang yang penting o Konflik yang berkaitan dengan nilai Hasil yang Disarankan NOC Status penuaan fisik: perubahan fisik yang biasa terjadi pada proses penuaan Pengandalian resiko: penyakit seksual menular seksual yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan prilaku yang dapat menyebabkan penyakit menular seksual. Tujuan/Kriteria Evaluasi : Pasien akan menunjukkan: o Manunjukkan adanya keinginan untuk mendiskusikan perubahan pada fungsi seksual o Meminta informasi yng terkait dari peribahan disfungsi seksual o Mengungkapkan secara verbal pemahamannya tentng pembatasan yang diatur secra medis. o Beradaptasi terhadap model pengungkpan seksual yang berhubungan dengan usia atau perubahan fisik karena penyakit. Intervensi dan Rasionalisasi No Intervensi Rasionalisasi 1 Mandiri Berikan keterbukaan pada pasien/ orang terdekat untuk membicarakan tentang masalah inkontinensia dan fungsi seksual. Dapat mengalami ansietas tentang efek bedah dan dapat menyembunyikan pertanyaan yang diperlukan. Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan untuk menerima informasi yang diberikan sebelumnya. 2 Berikan informasi akurat tentang harapan kembalinya fungsi seksual. Impotensi fisiologis terjadi bila syaraf parineal dipotong selama prosedur radikal: pada pendekatan lain, aktivitas seksual dapat dilakukan seperti biasa dalam 6-8 minggu. 3 Diskusikan ejakulasi retrograd bila pendekatan transuretral/suprapubik digunakan Cairan seminal mengalir ke kandung kemihdan disekresikan melalui urine. 4 Instruksikan latihan parineal dan interupsi/kontinu aliran urine. Meningkatkan peningkatan kontrol otot kontinensia urinaria dan fungsi seksual 5 Rujuk ke penasehat seksual sesuai indikasi Masalah menetap/ tidak teratasi memerlukan intervensi profesional. DP. 5 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, nocturia  Batasan Karakteristik : • Subjektif : - Klien mengeluh tidak dapat tidur karena nyeri post prostatektomi • Objektif : - Lingkaran gelap di bawah mata. - Gelisah - Insomnia  Hasil yang disarankan NOC o Tingkat Kenyamanan : Perasaan fisik dan psikologis yang nyaman. o Tingkat nyeri : banyaknya nyeri yang dilaporkan atau diperlihatkan. o Penyesuaian Psikososial : Perubahan hidup : adaptasi psikososial dari seseorang terhadap perubahan hidup. o Kualitas hidup : pengungkapan kepuasan individu dengan kehidipan saat ini. o Istirahat : Tingkat dan pola berkurangnya aktifitas untuk pemulihan fisik dan mental. o Tidur : tingkat dan pola tidur untuk pemulihan fisik dan mental. o Kesejahteraan : pengungkapan kepuasan individu terhadap status kesehatannya.  Tujuan / Kriteria Evaluasi o Pasien menunjukkan Tidur ditandai dengan indikator sebagai berikut :  Jumlah jam tidur tidak terganggu  Tidak ada masalah dengan pola, kualitas dan rutinitas tidur atau istirahat.  Perasaan segar setelah tidur atau istirahat  Melaporkan perbaikan dalam pola tidur / istirahat  Tidur 6-8 jam setiap hari  Intervensi dan Rasionalisasi No Intervensi Rasionalisasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Mandiri Tetapkan siklus tidur dimana pasien tidur di malam hari dan bangun di siang hari dengan sedikit periode istirahat sesuai kebutuhan. Dukung kelanjutan kebiasaan ritual sebelum tidur Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi. Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan lingkungan baru. Dorong beberapa aktifitas fisik ringan selama siang hari. Jamin pasien berhenti beberapa jam sebelum tidur. Instruksikan tindakan relaksasi, kurangi kebisingan. Dorong posisi nyaman, bantu dalam mengubah posisi. Hindari mengganggu bila mungkin (misal, membangunkan untuk obat atau terapi) Kolaborasi Berikan sedatif, hipnotik, analgetik sesuai indikasi. Istirahat adekuat dan tidur dapat meningkatkan status emosional Meningkatkan relaksasi dan kesiapan untuk tidur. Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat. Bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan lama, stress dan ansietas yang berhubungan dapat berkurang. Aktifitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan energi dan siap untuk tidur malam hari. Membantu menginduksi tidur.Memberikan situasi yang kondusif untuk tidur. Pengubahan posisi mengubah area tekanan dan meningkatkan istirahat. Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar, dan pasien mungkin tidak mampu kembali tidur jika dibangunkan. Mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur/istirahat dan mengurangi nyeri untuk mempermudah tidur. DP. 6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya kateter suprapubik, insisi bedah sitostomi suprapubik.  Batasan Karakteristik • Subjektif : - Melaporkan nyeri dan kelemahan secara verbal • Objektif : - Klien tampak lemah/ - perubahan dalam tanda vital karena aktivitas.  Hasil yang disarankan NOC o Daya tahan : tingkat energi yang memampukan seseorang untuk beraktifitas. o Perawatan diri : AKS : Kemampuan untuk melakukan tugas-tugas fisik yang paling dasar dan aktifitas perawatan pribadi. o Perawatan diri : AKSI : kemampuan untuk melakukan aktivita yang dibutuhkan dan berfungsi di rumah atau komunitas.  Tujuan atau kriteria Evaluasi o Mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan : perawatan diri : AKSI dan AKS. o Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat. o Melaporkan atau menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas. o Mendemonstrasikan penurunan tanda fisiologis intoleransi. o Mengungkapkan pemahaman tentang pembatasan teurapeutik yang diperlukan. o Mengidentifikasi aktifitas dan / situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas. o Berpartisipasi dalm aktivita fisik yang duktikan dengan peningkatan yang memadai pada denyut jantung dan frekuensi respirasi, tekanan darah dalam pola yang dapat dipantau dalam batas normal.  Intervensi dan Rasionalisasi No Intervensi Rasionalisasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mandiri Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas Pertahankan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama massa akut sesuai indikasi. Dorong penggunaan menejemen stress dan pengalihan yang tepat. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan, perlunya keseimbang aktivitas dan istirahat, pertahankan tirah baring Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat atau tidur. Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan. Evaluasi rtespon emosional terhadap situasi/ berikan dukungan. Menetapkan kemampuan kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi. Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat. Tirah baring diertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghematkan energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respon individual pasien terhadap aktivitas. Pasien mungkin nyaman dengan kepala ditinggikan, tidur di kursi, atau menunduk ke depan meja atau bantal. Meminimalkan kelelahan. Dorongan dan dukungan akn diperlukan untuk mengatasi frustasi terhadap tinggal di rumah sakit yang lama/ periode pemulihan. DP. 7 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, masalah tentang kemampuan seksualitas.  Batasan Karakteristik • Subjektif : Klien mengatakan cemas akan kondisinya sekarang • Objektif : - Wajah tegang/ketakutan - Penurunan kepercayaan diri  Tujuan / Kriteria hasil : • Menyatakan penurunan ansietas sampai pada tingkat yang dapat diatasi. • Tampak rileks.  Intervensi dan Rasoinalisasi No Intervensi Rasionalisasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mandiri Kaji tingkat rasa takut pada pasien dan orang terdekat. Perhatikan tanda pengingkaran, depresi, atau penyempitan fokus perhatian. Jelaskan prosedur/asuhan yang diberikan. Ulangi penjelasan dengan sering atau sesuai kebutuhan. Akui kenormalan perasaan pada situasi ini. Dorong dan berikan kesempatan untuk pasien atau orang terdekat mengajukan pertanyaan dan menyatakan masalah. Dorong orang terdekat berpartisipasi dalam asuhan, sesuai indikasi. Tunjukkan indikator positif pengobatan, contoh perbaikan dalam nilai laboratorium, TD stabil, Berkurangnya kelelahan. Membantu menentukan jenis intervensi yangt diperlukan. Rasa takut akan ketidaktahuan diperkecil dengan informasi atau pengetahuan. Perubahan dalam proses pikir dan tingginya tingkat ansietas/takut dapat menurunkan ketakutan, memerlukan pengulangan informasi penting. Mengetahui perasaan normal dapat menghilangkan takut bahwa pasien kehilangan kontrol. Membuat perasaan terbuka dan bekerjasama dan memberikan informasi yang akan membantu dalam identifikasi/ mengatasi masalah. Keterlibatan meningkatkan perasaan berbagi, menguatkan perasaan berguna, memberikan kesempatan untuk mengakui kemampuan individu, dan dapat memperkecil takut karena ketidaktahuan. Meningkatkan perasaan berhasil atau maju. DP. 8 Resiko Infeksi berhubungan dengan peningkatan tekanan balik urine. Hasil yang Disarankan NOC Status imun : keadekuatan alami yang didapat dan secara tepat ditujukan untuk menahan antigen-antigen internal maupun eksternal. Pengendalian resiko: tindakan untuk menghilangkan atau mengrangi ancaman kesehata aktual, pribadi, serta dapat dimodifikasi. Deteksi resiko: tindakan yang dilakukan untuk mengidentifikasi ancaman kesehatan seseorang. Tujuan/Kriteria Evaluasi : Factor resiko infeksi akan hilang dengan dibuktikan oleh keadekuatan status imun pasien, dan secara konsisten menunjukkan prilaku deteksi resiko, dan pengendalian resiko. Pasien menunjukkan pengendalian resiko dbuktikan oleh indicator sebagai berikut : o Mendapatkan imunitas yang tepat. o Memantau factor resiko lingkungan dan prilaku seseorang o Mengindikasikan status gastrointestinal, pernafasan, dan imun dalam batas normal o Menggambarkan factor yang menunjang penularan infeksi o Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko. Intervensi dan Rasionalisasi No Intervensi Rasionalisasi 1 Mandiri Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter regular. Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi lanjut. 2 Ambulasi dengan kantung drainase dependen. Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan bakteri kedalam kandung kemih. 3 Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, pernafasan cepat, nadi, gelisah dan disorientasi. Pasien yang mengalami sistokopi prostat beresiko untuk syok bedah atau septik sehubungan dengan manipulasi. 4 Ganti balutan dengan sering, pembersihan kulit dan pengeringan kulit sepanjang waktu. Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka 5 Kolaborasi Berikan antibiotik sesuai indikasi Mungkin diberikan secra profilaktik, sehubungan dengan peningkatan infeksi pada prostatektomi. DAFTAR PUSTAKA Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC. Gallo. 1996. Keperawatan Kritis, edisi VI, volume II. Jakarta : penerbit buku kedokteran. Long Barbara, C. 1996. Perawatan Medikal Bedah Volume 3. Bandung : Yayasan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung. Mansjoer Arief., dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Jakarta : Penerbit Media Aeusculapius FKUI. Media Aesculaipius. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke 3, jilid 2. Jakarta : FKUI. Nedia Sylvia,Wilson, Lorraine M. 1995. Patofisiologi, buku 2, edisi 4. Jakarta : EGC. R. Syamsuidajat, Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi. Jakarta : EGC. Suddarth & Brunner. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2. Jakarta EGC. Susanto H. Fitri. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Widya Medika. The Male Urethra. http://www.bartleby.com/xI_splanchnology_ 3b_4_themaleurethra_gray,henry_1918_anatomyofthehumanbody diakses tanggal 24 September 2004. Urethral Stricture. http://www.drrajmd.com/urology/urethral-stricture, diakses tanggal 24 September 2004. Urethral Stricture Disease. http://www.centerforreconstructive urology.com/urethralstricture, diakses tanggal 24 September 2004

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KARSINOMA BULI-BULI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KARSINOMA BULI-BULI at:2008-09-24 13:28:37 Click: 865 A. TINJAUAN TEORI I. PENGERTIAN Tomor buli-buli adalah tumor yang didapatkan dalam buli-buli. II. ISIDEN Yang paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah Buli-buli. Kanker Buli-buli terjadi tiga kali lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita, dan tumor-tumor multipel juga lebih sering, kira-kira 25% klien mempunyai lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat diagnosa. III. KLASIFIKASI 1. Staging dan klasifikasi Klasifikasi DUKE-MASINA, JEWTT dengan modifikasi STRONG-MARSHAL untuk menentukan operasi atau observasi : 1. T = pembesaran local tumor primer, ditentukan melalui : Pemeriksaan klinis, uroghrafy, cystoscopy, pemeriksaan bimanual di bawah anestesi umum dan biopsy atau transurethral reseksi. Tis = carcinoma insitu (pre invasive Ca) Tx = cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran tumor, tak dapat dilakukan To = tanda-tanda tumor primer tidak ada T1. pada pemeriksaan bimanual didapatkan masa yang bergerak T2 = pada pemeriksaan bimanual ada indurasi daripada dinding buli-buli. T3 = pada pemeriksaan bimanual indurasi atau masa nodular yang bergerak bebeas dapat diraba di buli-buli. T3a = invasi otot yang lebih dalam T3b= perluasan lewat dinding buli-buli T4 = Tumor sudah melewati struktur sebelahnya T4a= tumor mengadakan invasi ke dalam prostate, uterus vagina T4b= tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke dalam abdomen. 2. N = Pembesaran secara klinis untuk pemebesaran kelenjar limfe pemeriksaan kinis, lympgraphy, urography, operative Nx = minimal yang ditetapkan kel. Lymfe regional tidak dapat ditemukan No = tanpa tanda-tanda pemebsaran kelenjar lymfe regional N1 = pemebsaran tunggal kelenjar lymfe regional yang homolateral N2 = pembesaran kontralateral atau bilateral atau kelenjar lymfe regional yang multiple N3 = masa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang bebeas antaranya dan tumor N4 = pemebesaran lkelenjar lymfe juxta regional 3. M = metastase jauh termasuk pemebesaran kelenjar limfe yang jauh Pemeriksaan klinis , thorax foto, dan test biokimia Mx = kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan adanya metastase jauh, tak dapat dilaksanakan M1 = adanya metastase jauh M1a= adanya metastase yang tersembunyi pada test-test biokimia M1b= metastase tunggal dalam satu organ yang tunggal M1c= metastase multiple dalam satu terdapat organ yang multiple M1d= metastase dalam organ yang multiple 2. type dan lokasi Type tumor didasarkan pada type selnya, tingkat anaplasia dan invasi. 1. efidermoid Ca, kira-kira 5% neoplasma buli-buli –squamosa cell., anaplastik, invasi yang dalam dan cepat metastasenya. 2. Adeno Ca, sangat jarang dan sering muncul pada bekas urachus 3. Rhabdomyo sarcoma, sering terjadi pada anak-anak laki-laki (adolescent), infiltasi, metastase cepat dan biasanya fatal 4. Primary Malignant lymphoma, neurofibroma dan pheochromacytoma, dapat menimbulkan serangan hipertensi selama kencing 5. Ca dari pada kulit, melanoma, lambung, paru dan mamma mungkin mengadakan metastase ke buli-buli, invasi ke buli-buli oleh endometriosis dapat terjadi. IV. GEJALA KLINIS - Kencing campur dara yang intermitten - Merasa panas waktu kencing - Merasa ingin kencing - Sering kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar kencing - Nyeri suprapubik yang konstan - Panas badan dan merasa lemah - Nyeri pinggang karena tekanan saraf - Nyeri pda satu sisi karena hydronephrosis I. PENATALAKSANAAN a. Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi, uremia, gros atau micros hematuria Lukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat pus dan bakteri dalam urine RFT normal Lymphopenia (N = 1490-2930) 2. Radiology - excretory urogram biasanya normal, tapi mungkin dapat menunjukkan tumornya. - Retrograde cystogram dapat menunjukkan tumor - Fractionated cystogram adanya invasi tomor dalam dinding buli-buli - Angography untuk mengetahui adanya metastase lewat pembuluh lymphe 3. Cystocopy dan biopsy - cystoscopy hamper selalu menghasilkan tumor - Biopasi dari pada lesi selalu dikerjakan secara rutin. 4. cystologi Pengecatan sieman/papanicelaou pada sediment urine terdapat transionil cel daripada tumor b. Terapi 1. Operasi a) reseksi tranurethral untuk single/multiple papiloma b) Dilakukan pada stage 0,A,B1 dan grade I-II-low grade c) Total cystotomy dengan pegangkatan kel. Prostate dan urinary diversion untuk : - transurethral cel tumor pada grade 2 atau lebih - aquamosa cal Ca pada stage B-C 2. Radioterapy - Diberikan pada tumor yang radiosensitive seperti undifferentiated pada grade III-IV dan stage B2-C. - RAdiasi diberikan sebelum operasi selama 3-4 minggu, dosis 3000-4000 Rads. Penderita dievaluasi selam 2-4 minggu dengan iinterval cystoscopy, foto thoraks dan IVP, kemudian 6 minggu setelah radiasi direncanakan operasi. Post operasi radiasi tambahan 2000-3000 Rads selam 2-3 minggu. 3. Chemoterapi Obat-obat anti kanker : a. citral, 5 fluoro urasil b. topical chemotherapy yaitu Thic-TEPA, Chemotherapy merupakan paliatif. 5- Fluorouracil (5-FU) dan doxorubicin (adriamycin) merupakan bahan yang paling sering dipakai. Thiotepa dapat diamsukkan ke dalam Buli-buli sebagai pengobatan topikal. Klien dibiarkan menderita dehidrasi 8 sampai 12 jam sebelum pengobatan dengan theotipa dan obat diabiarkan dalam Buli-buli selama dua jam. II. PROGNOSIS Penemuan dan pemeriksaan dini, prognosisnya baik, tetapi bila sudah lama dan adanya metastesi ke organ lebih dalam dan lainnya prognosisnya jelek. III. KOMPLIKASI a. Infeksi sekunder bil atumor mengalami ulserasi b. Retensi urine bil atumor mengadakan invasi ke bladder neck c. Hydronephrosis oleh karena ureter menglami oklusi B. KONSEP KEPERAWATAN I. Pengkajian a. Identitas Yang paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah Buli-buli. Kanker Buli-buli terjadi tiga kali lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita, dan tumor-tumor multipel juga lebih sering, kira-kira 25% klien mempunyai lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat diagnosa. b. Riwayat keperawatan Keluhan penderita yang utama adalah mengeluh kencing darah yang intermitten, merasa panas waktu kening. Merasa ingin kencing, sering kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar kencing, nyeri suprapubik yang konstan, panas badan dan merasa lemah, nyeri pinggang karena tekanan saraf, dan nyeri pada satu sisi karena hydronephrosis c. Pemeriksaan fisik dan klinis Inspeksi , tampak warna kencing campur darah, pemebesaran suprapubic bil atumor sudah bear. Palpasi, teraba tumor 9masa) suprapubic, pmeriksaan bimaual teraba tumpr pada dasar buli-buli dengan bantuan general anestesi baik waktu VT atau RT. d. Pemeriksaan penunjang Lihat kosep dasar. II. Perencanaan 1. Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik. Tujuan : - Klien dapat mengurangi rasa cemasnya - Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif. - Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan. INTERVENSI RASIONAL a. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya. b. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat. c. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai. d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri dalam pengobatan. e. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan dll. f. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system. g. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman. h. Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan wajar. a. Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan dasar untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi. b. Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitnya. c. Dapat menurunkan kecemasan klien. d. Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek sampingnya. e. Mengetahui dan menggali pola koping klien serta mengatasinya/memberikan solusi dalam upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan. f. Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga. g. Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir/merenung/istirahat. h. Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-benar ditolong. 2. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping therapi kanker ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan. Tujuan : - Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas - Melaporkan nyeri yang dialaminya - Mengikuti program pengobatan - Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin INTERVENSI RASIONAL a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas b. Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya c. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV d. Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik. e. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu. f. Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien g. Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotik dll a. Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan. b. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan komplikasi. c. Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri. d. Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan ansietas. e. Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-obatan anti nyeri. f. Agar terapi yang diberikan tepat sasaran. g. Untuk mengatasi nyeri. 3. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekwensi khemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping. Tujuan : - Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi - Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat - Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya INTERVENSI RASIONAL a. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan kebutuhannya. b. Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan. c. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis. d. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien. e. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas. f. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga. g. Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan. h. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami klien. i. Kolaboratif j. Amati studi laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albumin k. Berikan pengobatan sesuai indikasi l. Phenotiazine, antidopaminergic, corticosteroids, vitamins khususnya A,D,E dan B6, antacida m. Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi dengan infus. a. Memberikan informasi tentang status gizi klien. b. Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan klien. c. Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk. d. Kalori merupakan sumber energi. e. Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan penurunan nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat meningkatkan ansietas. f. Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri. g. Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera makan. h. Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan klien). i. Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap klien. j. Membantu menghilangkan gejala penyakit, efek samping dan meningkatkan status kesehatan klien. k. Mempermudah intake makanan dan minuman dengan hasil yang maksimal dan tepat sesuai kebutuhan. 4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi. Tujuan : - Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada ting-katan siap. - Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut. - Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengo- batan. - Bekerjasama dengan pemberi informasi. INTERVENSI RASIONAL a. Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya. b. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada klien tentang pengalaman klien lain yang menderita kanker. c. Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi yang tidak diperlukan. d. Berikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien. e. Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya. f. Review klien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal. g. Anjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin, perhatikan adanya eritema, ulcerasi. h. Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut. a. Menghindari adanya duplikasi dan pengulangan terhadap pengetahuan klien. b. Memungkinkan dilakukan pembenaran terhadap kesalahan persepsi dan konsepsi serta kesalahan pengertian. c. Membantu klien dalam memahami proses penyakit. d. Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan e. Mengetahui sampai sejauhmana pemahaman klien dan keluarga mengenai penyakit klien. f. Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai nutrisi yang adekuat. g. Mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi serta masalah dengan kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi intake makanan dan minuman. h. Meningkatkan integritas kulit dan kepala. 5. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemotherapi dan radiasi/radiotherapi. Tujuan : - Membrana mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi dan ulcerasi - Klien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal. - Klien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga kebersihan rongga mulut. INTERVENSI RASIONAL a. Kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan klien dan secara periodik. b. Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan mukosa membran. Amati tanda terbakar di mulut, perubahan suara, rasa kecap, kekentalan ludah. c. Diskusikan dengan klien tentang metode pemeliharan oral hygine. d. Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam, hindarkan makanan yang keras. e. Amati dan jelaskan pada klien tentang tanda superinfeksi oral. f. Kolaboratif. g. Konsultasi dengan dokter gigi sebelum kemotherapi. h. Berikan obat sesuai indikasi, analgetik, topikal lidocaine, antimikrobial mouthwash i. preparation. j. Kultur lesi oral. a. Mengkaji perkembangan proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi memberikan informasi penting untuk mengembangkan rencana keperawatan. b. Masalah dengan kesehatan mulut dapat mempengaruhi pemasukan makanan dan minuman. c. Mencari alternatif lain mengenai pemeliharaan mulut dan gigi. d. Mencegah rasa tidak nyaman dan iritasi lanjut pada membran mukosa. e. Agar klien mengetahui dan segera memberitahu bila ada tanda-tanda tersebut. f. Meningkatkan kebersihan dan kesehatan gigi dan gusi. g. Tindakan/terapi yang dapat menghilangkan nyeri, menangani infeksi dalam rongga mulut/infeksi sistemik. h. Untuk mengetahui jenis kuman sehingga dapat diberikan terapi antibiotik yang tepat. 6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake Tujuan : Klien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal, membran mukosa normal, turgor kulit bagus, capilarry ferill normal, urine output normal. INTERVENSI RASIONAL a. Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emesis, diare, drainase luka. Hitung keseimbangan selama 24 jam. b. Timbang berat badan jika diperlukan. c. Monitor vital signs. Evaluasi pulse peripheral, capilarry refil. d. Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat keadaan kehausan pada klien. e. Anjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu. f. Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran mukosa, luka bedah, adanya ekimosis dan pethekie. g. Hindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah. h. Kolaboratif i. Berikan cairan IV bila diperlukan. j. Berikan therapy antiemetik. k. Monitor hasil laboratorium : Hb, elektrolit, albumin a. Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat menyebabkan hipovolemia. b. Dengan memonitor berat badan dapat diketahui bila ada ketidakseimbangan cairan. c. Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya takikardi, hipotensi dan suhu tubuh yang meningkat berhubungan dengan dehidrasi. d. Dengan mengetahui tanda-tanda dehidrasi dapat mencegah terjadinya hipovolemia. e. Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang. f. Segera diketahui adanya perubahan keseimbangan volume cairan. g. Mencegah terjadinya perdarahan. h. Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang. i. Mencegah/menghilangkan mual muntah. j. Mengetahui perubahan yang terjadi. 7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif Tujuan : - Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pecegahan infeksi - Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal INTERVENSI RASIONAL a. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan. Pengunjung juga dianjurkan melakukan hal yang sama. b. Jaga personal hygine klien dengan baik. c. Monitor temperatur. d. Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi. e. Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur. f. Kolaboratif. g. Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets. h. Berikan antibiotik bila diindikasikan. a. Mencegah terjadinya infeksi silang. b. Menurunkan/mengurangi adanya organisme hidup. c. Peningkatan suhu merupakan tanda terjadinya infeksi. d. Mencegah/mengurangi terjadinya resiko infeksi. e. Mencegah terjadinya infeksi. f. Segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi. g. Adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang diberikan dapat mengatasi organisme penyebab infeksi. 8. Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan deficit pengetahuan/keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan, penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak pengobatan. Tujuan : - Klien dapat mengungkapkan pengertiannya terhadap efek kanker dan therapi terhadap seksualitas - Mempertahankan aktivitas seksual dalam batas kemampuan INTERVENSI RASIONAL a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang proses seksualitas dan reaksi serta hubungannya dengan penyakitnya. b. Berikan advise tentang akibat pengobatan terhadap seksualitasnya. c. Berikan privacy kepada klien dan pasangannya. Ketuk pintu sebelum masuk. a. Meningkatkan ekspresi seksual dan meningkatkan komunikasi terbuka antara klien dengan pasangannya. b. Membantu klien dalam mengatasi masalah seksual yang dihadapinya. c. Memberikan kesempatan bagi klien dan pasangannya untuk mengekspresikan perasaan dan keinginan secara wajar. 9. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi, deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia. Tujuan : - Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik - Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan INTERVENSI RASIONAL a. Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati penyembuhan luka. b. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal. c. Ubah posisi klien secara teratur. d. Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter. a. Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi awal terhadap perubahan integritas kulit. b. Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi. c. Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu. d. Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif DAFTAR PUSTAKA Dongoes. 2000. Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta Elizabeth. J.C. 2000.Patofisiologi. EBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan” arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur. Menurut Smeltzer (2001 : 2357) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Berdasarkan data dari rekam medik RS Fatmawati di ruang Orthopedi periode Januari 2005 s/d Juli 2005 berjumlah 323 yang mengalami gangguan muskuloskletel, termasuk yang mengalami fraktur Tibia Fibula berjumlah 31 orang (5,59%). Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361). Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi (Rasjad, 1998 : 363). Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien fraktur melalui metode ilmiah. Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana asuhan keperawatan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Dextra diruang I Orthopedi Fatmawati. B. TUJUAN PENULISAN 1. Tujuan Umum Untuk mendapatkan pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Dextra post Op ORIF 2. Tujuan Khusus Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Dextra post op ORIF, Penulis mampu : a. Mengidentifikasi data yang menunjang masalah keperawatan pada fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Dextra. b. Menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Dextra. c. Menyusun rencana keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Dextra. d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Dextra. e. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Dextra. f. Mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat serta penyelesaian masalah (solusi) dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Dextra. C. METODE PENULISAN Metode yang digunakan penulis dalam laporan studi kasus ini adalah metode deskriptif melalui pendekatan proses keperawatan dengan cara teknik pengumpulan data seperti wawancara, pemeriksaan fisik, kolaborasi dengan tim kesehatan yang lain serta data dari catatan medik klien. Setelah itu data diolah dan dianalisa untuk selanjutnya dirumuskan masalah sehingga bisa di intervensi dan di evaluasi. D. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk memudahkan pengertian dan pemahaman terhadap isi dan maksud dari laporan kasus ini, maka penulisannya dibuat secara sistematis dibagi menjadi 5 bab, yaitu : BAB I : PENDAHULUAN Meliputi Latar Belakang, Tujuan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan. BAB II : TINJAUAN TEORITIS Meliputi Konsep Dasar Penyakit dan Konsep Dasar Asuhan Keperawatan. BAB III : TINJAUAN KASUS Meliputi Gambaran Kasus dan Diagnosa, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan. BAB IV : PEMBAHASAN Yang membahas tentang kesenjangan antara Kasus, yang ditemukan dengan teori yang didapatkan meliputi Definisi, Rasional terhadap setiap Diagnosa Keperawatan yang ditemukan, Faktor Pendukung, Faktor Penghambat serta Solusi. BAB V : PENUTUP Yang meliputi Kesimpulan dan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB II TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915) Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 1995 : 1183) Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Fraktur Tibia Fibula adalah terputusnya tulang tibia dan fibula. 2. Etiologi Penyebab fraktur diantaranya : a. Trauma 1) Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut. 2) Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. b. Fraktur Patologis Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker tulang dan lain-lain. c. Degenerasi Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut d. Spontan Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga. (Corwin, 2001 : 298) 3. Manifestasi Klinis a. Nyeri lokal b. Pembengkakan c. Eritema d. Peningkatan suhu e. Pergerakan abnormal Smeltzer and Bare, 2002 : 2343) 4. Patofisiologi Trauma Peningkatan daya da Tulang dan jaringan sekitar Fraktur Jaringan Lunak Pembuluh darah Serabut saraf Luka Post De Entry Infeksi Periosteum Pendarahan Deformitas Sensori Mal Union Hematom Vasodilatasi Delayed Union Pemendekan tulang Korteks Tulang Nyeri Eksudasi Prima Inflamasi Sumbatan Bengkak Delayed Union Non Infeksi Nyeri Conpartemen sindrom Hipoxia Nekrosis jaringan Gangguan mobilisasi Non Union (Lukman and Soronsens 1993 and price, 1995) 5. Klasifikasi / Jenis a) Fraktur komplet : Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran dari posisi normal. b) Fraktur tidak komplet : Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang. c) Fraktur tertutup : Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen frakturnya tidak menembus jaringan kulit. d) Fraktur terbuka : Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (Fragmen frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda asing) 1) Grade I : Luka bersih, panjang <> 2) Grade II : Luka lebih besar / luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif 3) Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak yang ekstensif, merupakan yang paling berat. e) Jenis khusus fraktur 1) Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya membengkok. 2) Tranversal : Fraktur sepanjang garis tengah tulang. 3) Oblik : Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang. 4) Spiral : Fraktur memuntir seputar batang tulang 5) Kominutif : Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen 6) Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah) 7) Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang) 8) Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit pegel, tumor) 9) Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon pada perlekatannya 10) Epifiseal : Fraktur melalui epifisis 11) Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya. (Smeltzer and Bare, 2002 : 2357 – 2358) 6. Proses Penyembuhan Tulang a. Stadium Pembentukan Hematoma Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah yang rusak, hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar (periostcum dan otot) terjadi 1 – 2 x 24 jam. b. Stadium Proliferasi Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi fraktur sel-sel ini menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah fragmen tulang. Proliferasi juga terjadi dijaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi. c. Stadium Pembentukan Kallus Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas pada fraktur, massa kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 – 10 hari setelah kecelakaan terjadi. d. Stadium Konsolidasi Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu, secara bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu ke 3 – 10 setelah kecelakaan. e. Stadium Remodelling Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi eks fraktur. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi pada 6 -8 bulan. (Rasjad, 1998 : 399 – 401) 7. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma b. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai. d. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma). e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal. (Doenges, 2000 : 762) 8. Penatalaksanaan Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu : a. Rekognisi Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri. b. Reduksi Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti letak asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri selama tindakan, penderita dapat diberi narkotika IV, sedative atau blok saraf lokal. c. Retensi Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi dan teknik fiksator eksterna. d. Rehabilitasi Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. 9. Komplikasi Komplikasi fraktur dapat dibagi menjadi : a. Komplikasi Dini 1) Nekrosis kulit 2) Osteomielitis 3) Kompartement sindrom 4) Emboli lemak 5) Tetanus b. Komplikasi Lanjut 1) Kelakuan sendi 2) Penyembuhan fraktur yang abnormal : delayed union, mal union dan non union. 3) Osteomielitis kronis 4) Osteoporosis pasca trauma 5) Ruptur tendon (Sjamsu Hidayat, 1997 : 1155) B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Anamnesa 1) Data Biografi 2) Riwayat kesehatan masa lalu 3) Riwayat kesehatan keluarga b. Pemeriksaan Fisik 1) Aktivitas / istirahat Keterbatasan / kehilangan fungsi yang efektif (perkembangan sekunder dari jaringan yang bengkak / nyeri) 2) Sirkulasi a) Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri / ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah) b) Takikardia (respon stress , hipovolemi) c) Penurunan nadi pada distal yang cidera , pengisian kapiler lambat d) Pembengkakan jaringan atau hematoma pada sisi yang cidera 3) Neurosensori a) Hilang gerakan / sensasi, spasme otot b) Kebas / kesemutan (parestesia) c) Nyeri / kenyamanan d) Nyeri mungkin sangat berat, edema, hematoma dan spasme otot merupakan penyebab nyeri di rasakan 4) Keamanan a) Laserasi kulit, avulsi jaringan, pendarahan, perubahan warna b) Pembengkakan lokal 5) Pengetahuan Kurangnya pemajanan informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan serta perawatannya . 2. Diagnosa Keperawatan a. Risiko terhadap trauma berhubungan dengan kerusakan Integritas tulang (fraktur) b. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot c. Risiko terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah cedera, edema berlebihan, pembentukan trombus d. Risiko tinggi terhadap pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran : darah / emboli lemak, perubahan membran alveolar / kapiler e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler , nyeri / ketidaknyamanan. f. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka 3. Prinsip intervensi a. Mencegah cedera tulang jaringan lanjut b. Menghilangkan nyeri c. Mencegah komplikasi d. Memberikan informasi tentang kondisi /prognosa dasn dasn kebutuhan pengobatan e. Meredakan ansietas f. Memperbaiki mobilitas ) 4. Evaluasi Hasil yang diharapkan : - Tidak terjadi trauma - Gangguan rasa nyaman nyeri hilang / berkurang. - Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler - Dapat bernafas normal - Beraktifitas secara normal / mandiri - Tidak terjadi dekubitus (Doenges. 2000. 761 – 774). GC. Jakarta FKUA, 1988. Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Baratajaya-FKUA. Surabaya Linda Jual. 2000. Dokumentasi Proses Keperawatan. EGC. Jakarta Soelarso. Urologi. EGC. Jakarta