Sabtu, 21 Desember 2013
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STRIKTURA URETRA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
STRIKTURA URETRA
OLEH :
DADANG
POLTEKKES DEPKES PALEMBANG
JURUSAN KEPERAWATAN
2011
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirahim,
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh,
Segala puji dan syukur kami penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang mana telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Askep Striktura Uretra” sebagai kegiatan dan salah satu tugas serta bahan pembelajaran pada bidang Keperawatan Maternitas.
Dalam penyusunan Askep ini kami menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami sebagai penulis dan penyusun, baik kekurangan dalam isi maupun penyusunannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran-saran yang sangat membangun dari pembaca.
Pada kesempatan ini pula kami sebagai penulis dan penyusun menyampaikan terima kasih kepada dosen pengajar yang telah membimbing kami dalam penulisan makalah serta teman-teman sekalian yang telah membantu kelancaran penulisan.
Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh,
Palembang, April 2009
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan Etiologinya Striktura dibagi dalam 3 jenis, Yaitu stirktur konginetal, striktur traumatik dan stritur akibat infeksi. Striktur Uretra Kongenital Sering terjadi di Fosa nafikularis dan Pars membranasea, sifat striktur ini adalah stationer. Striktur Uretra Traumatik Trauma pada daerah kemaluan dapat menyebabkan ruptura uretra. Timbul Striktur traumatik dalam waktu satu bulan. Striktur akibat trauma lebih progresif dari pada striktur akibat infeksi. Pada ruptura uretra ditemukan hematuri gross. Striktur akibat Infeksi Jenis ini biasanya disebabkan oleh infeksi Veneral. Timbulnya lebih lambat dari pada triktur traumatik.
Gambaran Klinik : Pancaran kecil, lemah dan sering disertai mengejan, biasanya karena ada retensio urin serta timbul gejala-gejala sistitis. Gejala ini timbul perlahan-lahan selama beberapa bulan atau bertahun-tahun , apa bila satu hari pancaran normal kemudian hari berikutnya pancaran kecil dan lemah jangan dipikirkan striktur uretra tetapi ke arah batu buli-buli yang turun ke uretra.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN
Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil.
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan kontraksi. (C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468). Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria daripada wanita terutama karena perbedaan panjangnya uretra. (C. Long , Barbara;1996 hal 338).
Striktura uretra adalah penyempitan lumen uretra disertai menurunnya (hilangnya) elastisitas uretra. Striktura 60-70%. Hal ini karena uretra sering terjadi di pars bulbaris sebagian besar striktura uretra terjadi karena trauma di daerah perineal, yang disebut straddle injury.
B. ANATOMI FISIOLOGI URETRA
Uretra adalah saluran yang dimulai dari orifisium uretra interna di bagian buli-buli sampai orifisium uretra eksterna glands penis, dengan panjang yang bervariasi. Uretra pria dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian anterior dan bagian posterior. Uretra posterior dibagi menjadi uretra pars prostatika dan uretra pars membranasea. Uretra anterior dibagi menjadi meatus uretra, pendulare uretra dan bulbus uretra. Dalam keadaan normal lumen uretra laki-laki 24 ch, dan wanita 30 ch. Kalau 1 ch = 0,3 mm maka lumen uretra laki-laki 7,2 mm dan wanita 9 mm.
1. Uretra bagian anterior
Uretra anterior memiliki panjang 18-25 cm (9-10 inchi). Saluran ini dimulai dari meatus uretra, pendulans uretra dan bulbus uretra. Uretra anterior ini berupa tabung yang lurus, terletak bebas diluar tubuh, sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah.
Uretra anterior, dibagi menjadi :
a)Pars bulbaris : terletak di proksimal, merupakan bagian uretra yang melewati bulbus penis.
b) Pars pendulan/cavernosa/spongiosa : bagian uretra yang melewati corpus spongiosum penis.
c) Pars glandis : bagian uretra di glans penis. Uretra ini sangat pendek dan epitelnya sudah berupa epitel squamosa (squamous compleks noncornificatum). Kalau bagian uretra yang lain dilapisi oleh epitel kolumner berlapis.
Menurut Sobotta, uretra masculina dibagi menjadi 4 bagian, pars intramuralis = di dinding vesica urinaria, pars prostatica = menembus prostat, pars membranacea = di diafragma urogenitale, dan pars bulbaris/sponqiosa = di corpus spongiosum penis.
2. Uretra bagian posterior
Uretra posterior memiliki panjang 3-6 cm (1-2 inchi). Uretra yang dikelilingi kelenjar prostat dinamakan uretra prostatika. Bagian selanjutnya adalah uretra membranasea, yang memiliki panjang terpendek dari semua bagian uretra, sukar untuk dilatasi dan pada bagian ini terdapat otot yang membentuk sfingter. Sfingter ini bersifat volunter sehingga kita dapat menahan kemih dan berhenti pada waku berkemih. Uretra membranacea terdapat dibawah dan dibelakang simpisis pubis, sehingga trauma pada simpisis pubis dapat mencederai uretra membranasea.
Uretra posterior, dibagi lagi menjadi:
a) Pars prostatica : bagian uretra yang melewati prostat.
b) Pars memberanacea : bagian uretra setinggi musculus sphincter uretra (diafragma pelvis).
C. DERAJAT PENYEMPITAN URETRA
Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu derajat:
1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra
2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra
3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra
Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.
Gambar 2. Derajat Penyempitan Uretra
D. ETIOLOGI
Penyebab striktura uretra:
1) Kongenital
Hal ini jarang terjadi. Misalnya:
a) Meatus kecil pada meatus ektopik pada pasien hipospodia.
b) Divertikula kongenital -> penyebab proses striktura uretra.
2) Trauma
Merupakan penyebab terbesar striktura (fraktur pelvis, trauma uretra anterior, tindakan sistoskopi, prostatektomi, katerisasi).
a) Trauma uretra anterior, misalnya karena straddle injury. Pada straddle injury, perineal terkena benda keras, misalnya plantangan sepeda, sehingga menimbulkan trauma uretra pars bulbaris.
b) Fraktur/trauma pada pelvis dapat menyebabkan cedera pada uretra posterior. Jadi seperti kita ketahui, antara prostat dan os pubis dihubungkan oleh lig. puboprostaticum. Sehingga kalau ada trauma disini, ligamentum tertarik, uretra posterior bisa sobek. Jadi memang sebagian besar striktura uretra terjadi dibagian-bagian yang terfiksir seperti bulbus dan prostat. Di pars pendulan jarang terjadi cedera karena sifatnya yang mobile.
c) Kateterisasi juga bisa menyebabkan striktura uretra bila diameter kateter dan diameter lumen uretra tidak proporsional.
3) Infeksi, seperti uretritis, baik spesifik maupun non spesifik (GO, TBC).
Kalau kita menemukan pasien dengan urteritis akut, pasien harus diberi tahu bahwa pengobatannya harus sempurna. Jadi obatnya harus dibeli semuanya, jangan hanya setengah apalagi sepertiganya. Kalau pengobatannya tidak tuntas, uretritisnya bisa menjadi kronik. Pada uretritis akut, setelah sembuh jaringan penggantinya sama dengan iarinqan asal. Jadi kalau asalnya epitel squamous, jaringan penggantinya juga epitel squamous. Kalau pada uretritis kronik, setelah penyembuhan, jaringan penggantinya adalah jarinqan fibrous. Akibatnya lumen uretra menjadi sempit, dan elastisitas ureter menghilang. Itulah sebabnya pasien harus benar-benar diberi tahu agar menuntaskan pengobatan. Di dalam bedah urologi dikatakan bahwa sekali striktur maka selamanya striktur.
4) Tumor
Tumor bisa menyebabkan striktura melalui dua cara, yaitu proses penyembuhan tumor yang menyebabkan striktura uretra, ataupun tumornya itu sendiri yang mengakibatkan sumbatan uretra.
5) Post operasi,
Beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur uretra, seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.
E. PATOLOGI
Striktur Uretra Trabekulasi, sarkulasi dan vertikal : Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, sesuai dengan hukum starling, dan apabila otot diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal dan akan terjadi trabekulasi pada fase compensasi, setelah itu pada fase decompensasi timbul sirkulasi dan vertikel menonjol di luar buli-buli. Dengan demikian divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot. Residu urine
Pada fase compensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat timbul residu. Pada fase dekompensasi akan timbul residu, residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing dalam keadaan normal residu ini tidak ada. Refluks vesiku uretra Dalam keadaan normal pada saat b.a.k urine dikeluarkan buli-buli melalui uretra.
Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesikel yang meninggi maka akan terjadi refluks yaitu urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ke ginjal. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal. Dalam keadaan normal buli-buli dalam keadaan stent. Salah satu cor tubuh mempertahankan buli-buli dengan perlu setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil.
Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli gampang terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli akan timbul refluks, maka timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya. Inflitrat urine, abces dan fistulla. Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang maka timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proximal dari striktur urine yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul meninggi abces, abces pecah pistel disuprapubis atau uretra proximal dari striktur.
F. PATOFISIOLOGI
Struktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan mukosa pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan ginjal. Mukosanya terdiri dari epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna epitelnya skuamosa dan berlapis. Submukosanya terdiri dari lapisan erektil vaskular.
Apabila terjadi perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan cara epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan ikat) yang tidak sama dengan semula.
Jaringan ikat ini menyebabkan hilangnya elastisitas dan memperkecil lumen uretra, sehingga terjadi striktur uretra.
POHON MASALAH
G. MANIFESATASI KLINIS
1. Pancaran air kencing lemah
2. Pancaran air kencing bercabang
Pada pemeriksaan sangat penting untuk ditanyakan bagaimana pancaran urinnya. Normalnya, pancaran urin jauh dan diameternya besar. Tapi kalau terjadi penyempitan karena striktur, maka pancarannya akan jadi turbulen. Mirip seperti pancaran keran di westafel kalau ditutup sebagian.
3. Frekuensi
Disebut frekuensi apabila kencing lebih sering dari normal, yaitu lebih dari tuiuh kali. Apabila sering krencing di malam hari disebut nocturia. Dikatakan nocturia apabila di malam hari, kencing lebih dari satu kali, dan keinginan kencingnya itu sampai membangunkannya dari tidur sehingga mengganggu tidurnya.
4. Overflow incontinence (inkontinensia paradoxal)
Terjadi karena meningkatnya tekanan di vesica akibat penumpukan urin yang terus menerus. Tekanan di vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan di uretra. Akibatnya urin dapat keluar sendiri tanpa terkontrol. Jadi disini terlihat adanya perbedaan antara overflow inkontinensia (inkontinesia paradoksal) dengan flow incontinentia. Pada flow incontinenntia, misalnya akibat paralisis musculus spshincter urtetra, urin keluar tanpa adanya keinginan untuk kencing. Kalau pada overflow incontinence, pasien merasa ingin kencing (karena vesicanya penuh), namun urin keluar tanpa bisa dikontrol. Itulah sebabnya disebut inkontinensia paradoxal.
5. Dysuria dan hematuria
6. Keadaan umum pasien baik
H. PEMERIKSAAN
a. Pemeriksaan Fisik
Tidak jelas, karena memang letaknya di uretra, kecuali bila ada fistula uretrocutaneus.
Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba fibrosis di uretra, infiltrat, abses atau fistula.
Meatal kecil
Vesika urinaria dapat teraba karena ada retensio urine. Vesica terlihat menonjol di atas simfisis pubis.
Tambahan dr HSC 01 : Normalnya, pada orang dewasa, vesica yang kosong terletak di belakang simfisis pubis. Berbeda dengan letak vesica pada bayi dan anak. Pada bayi dan anak, vesica terletak lebih ke atas, sehingga pada bayi dan anak pungsi vesica boleh dilakukan pada saat vesica tidak penuh. Kalau pada orang dewasa, vesica yang tidak penuh merupakan kontraindikasi pungsi vesica.
Anamnese
Untuk mencari gejala dan tanda tiadanya striktur uretra juga untuk mencari penyebab striktur uretra.
b. Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium
Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi.
Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
b) Radiologi
Radiologi Diagnosa pasti dapat dibuat dengan uretrografi. Retrograde uretrografi untuk melihat uretra anterior. Antegrade uretrografi untuk melihat uretra posterior. Bipoler uretrografi adalah kombinasi dari pemeriksaan antegrade dan retrograde uretrografi. Dengan pemeriksaan ini diharapkan di samping dapat dibuat diagnosis striktur uretra dapat juga ditentukan panjang striktur uretra yang penting untuk perencanaan terapi/operasi.
c) Uretroskopi
Setelah dibuat diagnosis striktur uretra ditentukan lokasi dan panjang striktura. Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat sachse adalah striktura uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2 – 3 hari pasca tindakan. Setelah penderita dipulangkan penderita masih harus kontrol tiap minggu sampai satu bulan kemudian tiap bulan sampai 6 bulan dan tiap 6 bulan seumur hidup.
Pemeriksaan dengan endoskopi untuk melihat adanya striktura. Jika diketemukan adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse.
d) Uroflometri
Uroflometri adalah pemeriksaan untuk menentukan jumlah yang dipancarkan perdetik normal flow maksimum laki-laki 15 ml/detik dan wanita 25 ml/detik. Terapi Kalau penderita datang dengan retensio urine atau inflitrat urine maka pertolongan pertama dengan cystostomi kemudian baru dibuat pemeriksaan uretrografi untuk memastikan adanya striktur uretra. Kalau penderita datang dengan infiltrat urine atau abses dilakukan insisi infiltrat pada abses dilakukan cystostomi baru kemudian dibuat uretrografi.
e) Trukar cystostomie
Kalau penderita datang dengan retensio urine atau infiltrat urine dilakukan cystostomi. Tindakan cystostomi dilakukan dengan trukar, dilakukan dengan anastesi, 1 jari di atas pubis dan di atas garis tengah tusukan membuat sudut setelah triktur masuk, dimasukkan kateter dan triktur dilepas, kateter difiksasi dengan benang sutera ke kulit. Uretroplasty Indikasi untuk uretroplasty adalah penderita dengan striktur uretra dengan panjang lebih 2 cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita striktur uretra pasca uretromi sachse.
f) Instrumentasi
Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter dengan ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke buli-buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil dapat masuk menandakan adanya penyempitan lumen uretra.
g) Otis uretrotomie
Tindakan otis uretrotomie dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal dari pendulans uretra dan fossa manikularis. Striktur uretra bisa juga diperbaiki dengan uretromie visual trans uretra atau dengan uretroplastik dengan anastomosis dari ujung ke ujung atau dengan grap ke dalam perawatan orang pasca oretrotomie visual trans uretral serupa dengan perawatan reseksi trans uretral prostatektomi (TURP).
I. KOMPLIKASI
1. Trabekulasi, sakulasi dan divertikel
Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka otot kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada sakulasi masih di dalam otot buli sedangkan divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot.
2. Residu urine
Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak timbul residu. Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing. Dalam keadaan normal residu ini tidak ada.
3. Refluks vesiko ureteral
Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang meninggi maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ginjal.
4. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal
Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah terkena infeksi.
Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya.
5. Infiltrat urine, abses dan fistulasi
Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul abses, abses pecah timbul fistula di supra pubis atau uretra proksimal dari striktur.
J. PENATALAKSANAAN
Striktur uretra tidak dapat dihilangkan dengan jenis obat-obatan apapun. Pasien yang datang dengan retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urin, jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika. Pengobatan striktur uretra banyak pilihan dan bervariasi tergantung panjang dan lokasi dari striktur, serta derajat penyempitan lumen uretra.
Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah:
1. Bougie (Dilatasi)
Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan periksa adanya glukosa dan protein dalam urin.
Tersedia beberapa jenis bougie (Gbr.4F). Bougie bengkok merupakan satu batang logam yang ditekuk sesuai dengan kelengkungan uretra pria; bougie lurus, yang juga terbuat dari logam, mempunyai ujung yang tumpul dan umumnya hanya sedikit melengkung; bougie filiformis mempunyai diameter yang lebih kecil dan terbuat dari bahan yang lebih lunak.
Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah pengobatan dengan antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan glans penis dan meatus uretra dengan cermat dan persiapkan kulit dengan antiseptik yang lembut. Masukkan gel lidokain ke dalam uretra dan dipertahankan selama 5 menit. Tutupi pasien dengan sebuah duk lubang untuk mengisolasi penis.
Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah dengan memasukkan sebuah bougie filiformis; biarkan bougie di dalam uretra dan teruskan memasukkan bougie filiformis lain sampai bougie dapat melewati striktur tersebut (Gbr.3A-D). Kemudian lanjutkan dengan dilatasi menggunakan bougie lurus (Gbr.3E).
Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie bengkok atau lurus ukuran sedang dan secara bertahap dinaikkan ukurannya.
Dilatasi dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. Karena itu, setiap dokter yang bertugas di pusat kesehatan yang terpencil harus dilatih dengan baik untuk memasukkan bougie. Penyulit dapat mencakup trauma dengan perdarahan dan bahkan dengan pembentukan jalan yang salah (false passage). Perkecil kemungkinan terjadinya bakteremi, septikemi, dan syok septic dengan tindakan asepsis dan dengan penggunaan antibiotik.
Gambar 3. Dilatasi Uretra dengan Bougie
Gambar 4. Dilatasi uretra pada pasien pria (lanjutan). Bougie lurus dan bougie bengkok (F); dilatasi strikur anterior dengan sebuah bougie lurus (G); dilatasi dengan sebuah bougie bengkok (H-J).
2. Uretrotomi interna
Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse, laser atau elektrokoter.
Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan pada wanita dengan striktur uretra.
Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah striktur uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari pasca tindakan. Setelah pasien dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml/det dilakukan bouginasi.
3. Uretrotomi eksterna
Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian dilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang masih sehat, cara ini tidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1 cm.
Cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan fibrotik.
Stadium I, daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit jaringan sehat di proksimal dan distalnya, lalu jaringan fibrotik dieksisi. Mukosa uretra dijahit ke penis pendulans dan dipasang kateter selama 5-7 hari.
Stadium II, beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak, dilakukan pembuatan uretra baru.
Uretroplasty dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2 cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca Uretrotomi Sachse. Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada umumnya setelah daerah striktur di eksisi, uretra diganti dengan kulit preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau pedikel graft yaitu dibuat tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis dengan menyertakan pembuluh darahnya.
Medika mentosa
Analgesik non narkotik untuk mengendalikan nyeri.
Medikasi antimikrobial untuk mencegah infeksi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian terhadap klien dengan gangguan urologi meliputi pengumpulan data dan analisa data. Dalam pengumpulan data, sumber data klien diperoleh dari diri klien sendiri, keluarga, perawat, dokter ataupun dari catatan medis.
Pengumpulan data meliputi :
Biodata klien dan penanggung jawab klien. Biodata klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status, agama, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medik.
Biodata penanggung jawab meliputi :
Umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan keluarga.
Keluhan utama
Merupakan keluhan klien pada saat dikaji, klien yang mengatakan tidak dapat BAK seperti biasa dan merasakan nyeri pada daerah post op striktur uretra (cystostomi). Riwayat kesehatan masa lalu/lampau akan memberikan informasi-informasi tentang kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita pada masa lalu.
Pemeriksaan fisik
Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi terhadap bagian sistem tubuh, makan akan ditemukan hal-hal sebagai berikut : Keadaan umum Pada klien post op striktur uretra perlu dilihat dalam hal : keadaan umumnya meliputi penampilan, kesadaran, gaya bicara. Pada post op striktur uretra mengalami gangguan pola eliminasi BAK sehingga dilakukan pemasangan kateter tetap.
Sistem pernafasan
Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya sakit pada lubang hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu bernafas, kesimetrisan gerakan dada pada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas dan gangguan pernafasan yang timbul. Apakah bersih atau ada ronchi, serta frekuensi nafas. hal ini penting karena imobilisasi berpengaruh pada pengembangan paru dan mobilisasi secret pada jalan nafas.
Sistem kardiovaskuler
Mulai dikaji warna konjungtiva, warna bibir, ada tidaknya peninggian vena jugularis dengan auskultasi dapat dikaji bunyi jantung pada dada dan pengukuran tekanan darah dengan palpasi dapat dihitung frekuensi denyut nadi.
Sistem pencernaan
Yang dikaji meliputi keadaan gigi, bibir, lidah, nafsu makan, peristaltik usus, dan BAB. Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui secara dini penyimpangan pada sistem ini. Sistem genitourinaria Dapat dikaji dari ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang keadaan alat-alat genitourinaria bagian luar mengenai bentuknya ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta bagaimana pengeluaran urinenya, lancar atau ada nyeri waktu miksi, serta bagaimana warna urine.
Sistem muskuloskeletal
Yang perlu dikaji pada sistem ini adalah derajat Range of Motion dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang dilaporkan klien waktu bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya luka pada otot harus dikaji juga, karena klien imobilitas biasanya tonus dan kekuatan ototnya menurun.
Sistem integumen
Yang perlu dikaji adalah keadaan kulitnya, rambut dan kuku, pemeriksaan kulit meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan.
Sistem neurosensori
Sisten neurosensori yang dikaji adalah fungsi serebral, fungsi saraf cranial, fungsi sensori serta fungsi refleks.
Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas sehari-hari pada klien yang mengalami post op striktur uretra meliputi frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan, jenis dan kuantitas minum dan eliminasi yang meliputi BAB (Frekuensi, warna, konsistensi) serta BAK (frekuensi, banyaknya urine yang keluar setiap hari dan warna urine). Personal hygiene (frekuensi mandi, mencuci rambut, gosok gigi, ganti pakaian, menyisir rambut dan menggunting kuku). Olahraga (frekuensi dan jenis) serta rekreasi (frekuensi dan tempat rekreasi).
Data psikososial
Pengkajian yang dilakukan pada klien imobilisasi pada dasarnya sama dengan pengkajian psikososial pada gangguan sistem lain yaitu mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri) dan hubungan interaksi klien baik dengan anggota keluarganya maupun dengan lingkungan dimana ia berada. Pada klien dengan post op striktur uretra dan imobilisasi adanya perubahan pada konsep diri secara perlahan-lahan yang mana dapat dikenali melalui observasi terhadap adanya perubahan yang kurang wajar dan status emosional perubahan tingkah laku, menurunnya kemampuan dalam pemecahan masalah dan perubahan status tidur. Data spiritual Klien dengan post op striktur uretra perlu dikaji tentang agama dan kepribadiannya, keyakinan : harapan serta semangat yang terkandung dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan penyakitnya.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Retensi urine berhubungan dengan penyempitan lumen uretra.
2. Nyeri berhubungan dengan penyempitan pada uretra, saat BAK
3. Inkontinensia urine berhubungan dengan gangguan neurologis di atas sakral pusat berkemih atau pontine pusat berkemih.
4. Disfungsi seksual berhubungan dengan penyakit (striktur uretra), perubahan struktur atau fungsi tubuh, perubahan bio psikososial dari seksualitas.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, ansietas, nocturia
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya kateter suprapubik, insisi bedah sitostomi suprapubik.
7. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, masalah tentang kemampuan seksualitas.
8. Resiko Infeksi berhubungan dengan refluks vesika uretra.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
DP. 1 Retensi urine berhubungan dengan penyempitan lumen.
Batasan Karakteristik :
Subjektif :
- disuria
- sensasi kandung kemih penuh
Ojektif :
- distensi kandung kemih
- urin menetes
- inkontinensia yang melimpah
- urine masih tersisa haluaran urine sedikit,sering atau tidak ada
Hasil yang disarankan oleh NOC
Kontinensia urine : pengendalian eliminasi urine
Eliminasi urine : kemampuan sistem perkemihan untuk menyaring sisa, menyimpan zat terlarut, dan mengumpulkan serta membuang urine dengan pola yang sehat.
Tujuan/ kriteria evaluasi
Menunjukkan kontinensia urine, ditandai dengan indikator sebagai berikut
o Bebas dari kebocoran urine diantara berkemih
o Kandung kemih kosong sempurna
o Tidak ada sisa setelah buang air
o Asupan cairan dalam rentang yang diharapkan
Intervensi dan Rasionalisasi
No Intervensi Rasionalisasi
1. Mandiri
Dorong pasien untuk berkemih 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
Meminimalkan retensi urinedistensi berlebih pada kandung kemih
2. Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan. Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi.
3. Dorong msukan cairan 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung, bila diindikasikan. Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi jaringan dan membersihkan jaringan dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
4. Perkusi/ palpasi area suprapubik Distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea subpubik.
5. Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih, perhatikan penurunan haluaran urine dan perubahan berat jenis. Retensi unrin meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal.
6. Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi: antispasmodik,
Supositoria rektal
Menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan dengan iritasi oleh kateter
Supositoria diarsorpsi dengan mudah melalui mukosa ke dalam jaringan kandung kemih untuk menghasilkan relaksasi otot.
DP. 2 Nyeri berhubungan dengan penyempitan pada uretra, saat BAK
Batasan Karakteristik :
Subjektif :
- mengungkapkan secara verbal atau melaporkan dengan isyarat
Objektif :
- posisi menghindari nyeri
- perilaku ekspresif (misalnya kegelisahan, merintih, menari napas panjang, kewaspadaan berlebih, peka terhadap rangsang)
- wajah topeng nyeri (nyeri)
- perilaku menjaga atau melindungi
- fokus menyempit (misalnya perubahan pada persepsi waktu,pengurangan interaksi dengan lingkungan dan orang lain, perubahan proses pikir)
- bukti yang dapat diamati (nyeri)
- gangguan tidur (mata terlihat kuyu,gerakan tidak teratur atau tidak menentu,menyeringai).
Hasil yang disarankan NOC
Tingkat kenyamanan : perasaan senang secara fisik dan psikologi
Prilaku mengendalikan nyeri : tindakan seseorang untuk mengendalikan nyeri.
Nyeri, efek merusak: jumlah nyeri yang dilaporkan atau ditunjukkan.
Tujuan/kriteria evaluasi
Pasien akan:
o Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan,
o Mempertahankan tingkat nyeri pada skala (1-10)
o Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologi
o Mengenali faktor penyebab
Intervensi dan Rasionalisasi
No Intervensi Rasionalisasi
1 Mandiri
Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.
Memberi informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan/ keefektifan intervensi.
2 Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah Meningkatkan relaksasi otot
3 Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping.
4 Pertahankan tirah baring bila diindikasikan Tirah bering mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut.
5 Kolaborasi
Masukkan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase.
Pengliran kandung kemih menurunkan tegangan dan kepekaan kelenjar
6 Melakukan masase prostat Membantu dalam evakuasi duktus kelenjar untuk menghilangkan kongesti/inflamasi.
DP. 3 Inkontinensia urine berhubungan dengan peningkatan tekanan di vesika, gangguan neurologis di atas sakral pusat berkemih atau pontine pusat berkemih.
Batasan Karakteristik :
• Subjektif :
- Sensasi berkemih tanpa hambatan kontraksi VU yang disadari.
- Tidak ada sensai urgensi berkemih.
- Tidak ada sensasi penuhnya VU
• Objektif :
- Pengosongan sempurna dengan lesi diatas pontine pusat berkemih
- Keluarnya urin sebelum sampai di kamar kecil.
Hasil Yang Disarankan NOC :
• Kontinensia urine : kendali eliminasi urine.
• Eliminasi urine : Kemampuan sistem perkemihan untuk menyaring sisa-sisa mempertahankan zat terlarut, dan pengumpilan serta pengeluaran urin dalam pola yang sehat.
Tujuan/ Kriteria Evaluasi
• Menunjukkan kontinensia urin,dibuktikan dengan indikator sebagai berikut :
- Mengenali urgensi berkemih
- Keadekuatan waktu untuk mencapai kamar kecil antara urgensi dan pengeluaran urine.
- Pakaian dalam tetap kering sepanjang hari
- Pakaian dalam atau tempat tidur tetap kering sepanjang malam.
- Mampu berkemih secara mandiri.
- Mampu memperkirakan pola untuk mengeluarkan urine.
Intervensi dan Rasionalisasi
No Intervensi Rasionalisasi
1
2
3
4
Mandiri
Kaji pola sebelumnya dan dibandingkan dengan pola yang sekarang
Buat program latihan kandung kemih. Tingkatkan partisipasi pasien sesuai tingkat kemampuannya.
Anjurkan untuk minum adekuat selama siang hari (paling sedikit 2L sesuai toleransi), diet tinggi serat dan sari buah.
Batsi minum saat menjelang malam dan waktu tidur.
Memberi informasi mengenai perubahan yang mungkin selanjutnya memerlukan pengkajian/ intervensi.
Menstimulasi kesadaran pasien, meningkatkan pengaturan fungsi tubuh
Menurunkan resiko konstipasi/ dehidrasi.
Pembatasan minum pada sore menjelang malam hari dapat menurunkan seringnya berkemih/ inkontinensia selama malam hari.
DP. 4 Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur atau fungsi tubuh, perubahan bio psikososial dari seksualitas.
Batasan Karakteristik :
- Subjektif :
o Perubahan dalam penerimaan kepuasan seksual
o Perubahan terhadap diri sendiri dan orang lain
o Ketidak mampuan untuk mencapai kepuasan yang diharapkan
o Mencari penegasan keinginan
o Pengungkapan masalah secara verbal
- Objektif :
o Pembatasan yang dialami atau aktual terkait dengan penyakit dan/atau terapi
o Perubahan dalam pencapaian peran seks yang dialami
o Perubahan hubungan dengan orang yang penting
o Konflik yang berkaitan dengan nilai
Hasil yang Disarankan NOC
Status penuaan fisik: perubahan fisik yang biasa terjadi pada proses penuaan
Pengandalian resiko: penyakit seksual menular seksual yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan prilaku yang dapat menyebabkan penyakit menular seksual.
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Pasien akan menunjukkan:
o Manunjukkan adanya keinginan untuk mendiskusikan perubahan pada fungsi seksual
o Meminta informasi yng terkait dari peribahan disfungsi seksual
o Mengungkapkan secara verbal pemahamannya tentng pembatasan yang diatur secra medis.
o Beradaptasi terhadap model pengungkpan seksual yang berhubungan dengan usia atau perubahan fisik karena penyakit.
Intervensi dan Rasionalisasi
No Intervensi Rasionalisasi
1 Mandiri
Berikan keterbukaan pada pasien/ orang terdekat untuk membicarakan tentang masalah inkontinensia dan fungsi seksual.
Dapat mengalami ansietas tentang efek bedah dan dapat menyembunyikan pertanyaan yang diperlukan. Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan untuk menerima informasi yang diberikan sebelumnya.
2 Berikan informasi akurat tentang harapan kembalinya fungsi seksual. Impotensi fisiologis terjadi bila syaraf parineal dipotong selama prosedur radikal: pada pendekatan lain, aktivitas seksual dapat dilakukan seperti biasa dalam 6-8 minggu.
3 Diskusikan ejakulasi retrograd bila pendekatan transuretral/suprapubik digunakan Cairan seminal mengalir ke kandung kemihdan disekresikan melalui urine.
4 Instruksikan latihan parineal dan interupsi/kontinu aliran urine. Meningkatkan peningkatan kontrol otot kontinensia urinaria dan fungsi seksual
5
Rujuk ke penasehat seksual sesuai indikasi
Masalah menetap/ tidak teratasi memerlukan intervensi profesional.
DP. 5 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, nocturia
Batasan Karakteristik :
• Subjektif :
- Klien mengeluh tidak dapat tidur karena nyeri post prostatektomi
• Objektif :
- Lingkaran gelap di bawah mata.
- Gelisah
- Insomnia
Hasil yang disarankan NOC
o Tingkat Kenyamanan : Perasaan fisik dan psikologis yang nyaman.
o Tingkat nyeri : banyaknya nyeri yang dilaporkan atau diperlihatkan.
o Penyesuaian Psikososial : Perubahan hidup : adaptasi psikososial dari seseorang terhadap perubahan hidup.
o Kualitas hidup : pengungkapan kepuasan individu dengan kehidipan saat ini.
o Istirahat : Tingkat dan pola berkurangnya aktifitas untuk pemulihan fisik dan mental.
o Tidur : tingkat dan pola tidur untuk pemulihan fisik dan mental.
o Kesejahteraan : pengungkapan kepuasan individu terhadap status kesehatannya.
Tujuan / Kriteria Evaluasi
o Pasien menunjukkan Tidur ditandai dengan indikator sebagai berikut :
Jumlah jam tidur tidak terganggu
Tidak ada masalah dengan pola, kualitas dan rutinitas tidur atau istirahat.
Perasaan segar setelah tidur atau istirahat
Melaporkan perbaikan dalam pola tidur / istirahat
Tidur 6-8 jam setiap hari
Intervensi dan Rasionalisasi
No Intervensi Rasionalisasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9. Mandiri
Tetapkan siklus tidur dimana pasien tidur di malam hari dan bangun di siang hari dengan sedikit periode istirahat sesuai kebutuhan.
Dukung kelanjutan kebiasaan ritual sebelum tidur
Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi.
Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan lingkungan baru.
Dorong beberapa aktifitas fisik ringan selama siang hari. Jamin pasien berhenti beberapa jam sebelum tidur.
Instruksikan tindakan relaksasi, kurangi kebisingan.
Dorong posisi nyaman, bantu dalam mengubah posisi.
Hindari mengganggu bila mungkin (misal, membangunkan untuk obat atau terapi)
Kolaborasi
Berikan sedatif, hipnotik, analgetik sesuai indikasi.
Istirahat adekuat dan tidur dapat meningkatkan status emosional
Meningkatkan relaksasi dan kesiapan untuk tidur.
Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat.
Bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan lama, stress dan ansietas yang berhubungan dapat berkurang.
Aktifitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan energi dan siap untuk tidur malam hari.
Membantu menginduksi tidur.Memberikan situasi yang kondusif untuk tidur.
Pengubahan posisi mengubah area tekanan dan meningkatkan istirahat.
Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar, dan pasien mungkin tidak mampu kembali tidur jika dibangunkan.
Mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur/istirahat dan mengurangi nyeri untuk mempermudah tidur.
DP. 6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya kateter suprapubik, insisi bedah sitostomi suprapubik.
Batasan Karakteristik
• Subjektif :
- Melaporkan nyeri dan kelemahan secara verbal
• Objektif :
- Klien tampak lemah/
- perubahan dalam tanda vital karena aktivitas.
Hasil yang disarankan NOC
o Daya tahan : tingkat energi yang memampukan seseorang untuk beraktifitas.
o Perawatan diri : AKS : Kemampuan untuk melakukan tugas-tugas fisik yang paling dasar dan aktifitas perawatan pribadi.
o Perawatan diri : AKSI : kemampuan untuk melakukan aktivita yang dibutuhkan dan berfungsi di rumah atau komunitas.
Tujuan atau kriteria Evaluasi
o Mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan : perawatan diri : AKSI dan AKS.
o Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat.
o Melaporkan atau menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.
o Mendemonstrasikan penurunan tanda fisiologis intoleransi.
o Mengungkapkan pemahaman tentang pembatasan teurapeutik yang diperlukan.
o Mengidentifikasi aktifitas dan / situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas.
o Berpartisipasi dalm aktivita fisik yang duktikan dengan peningkatan yang memadai pada denyut jantung dan frekuensi respirasi, tekanan darah dalam pola yang dapat dipantau dalam batas normal.
Intervensi dan Rasionalisasi
No Intervensi Rasionalisasi
1.
2.
3.
4.
5.
6. Mandiri
Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
Pertahankan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama massa akut sesuai indikasi. Dorong penggunaan menejemen stress dan pengalihan yang tepat.
Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan, perlunya keseimbang aktivitas dan istirahat, pertahankan tirah baring
Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat atau tidur.
Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Evaluasi rtespon emosional terhadap situasi/ berikan dukungan.
Menetapkan kemampuan kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
Tirah baring diertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghematkan energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respon individual pasien terhadap aktivitas.
Pasien mungkin nyaman dengan kepala ditinggikan, tidur di kursi, atau menunduk ke depan meja atau bantal.
Meminimalkan kelelahan.
Dorongan dan dukungan akn diperlukan untuk mengatasi frustasi terhadap tinggal di rumah sakit yang lama/ periode pemulihan.
DP. 7 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, masalah tentang kemampuan seksualitas.
Batasan Karakteristik
• Subjektif : Klien mengatakan cemas akan kondisinya sekarang
• Objektif :
- Wajah tegang/ketakutan
- Penurunan kepercayaan diri
Tujuan / Kriteria hasil :
• Menyatakan penurunan ansietas sampai pada tingkat yang dapat diatasi.
• Tampak rileks.
Intervensi dan Rasoinalisasi
No Intervensi Rasionalisasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Mandiri
Kaji tingkat rasa takut pada pasien dan orang terdekat. Perhatikan tanda pengingkaran, depresi, atau penyempitan fokus perhatian.
Jelaskan prosedur/asuhan yang diberikan. Ulangi penjelasan dengan sering atau sesuai kebutuhan.
Akui kenormalan perasaan pada situasi ini.
Dorong dan berikan kesempatan untuk pasien atau orang terdekat mengajukan pertanyaan dan menyatakan masalah.
Dorong orang terdekat berpartisipasi dalam asuhan, sesuai indikasi.
Tunjukkan indikator positif pengobatan, contoh perbaikan dalam nilai laboratorium, TD stabil, Berkurangnya kelelahan.
Membantu menentukan jenis intervensi yangt diperlukan.
Rasa takut akan ketidaktahuan diperkecil dengan informasi atau pengetahuan. Perubahan dalam proses pikir dan tingginya tingkat ansietas/takut dapat menurunkan ketakutan, memerlukan pengulangan informasi penting.
Mengetahui perasaan normal dapat menghilangkan takut bahwa pasien kehilangan kontrol.
Membuat perasaan terbuka dan bekerjasama dan memberikan informasi yang akan membantu dalam identifikasi/
mengatasi masalah.
Keterlibatan meningkatkan perasaan berbagi, menguatkan perasaan berguna, memberikan kesempatan untuk mengakui kemampuan individu, dan dapat memperkecil takut karena ketidaktahuan.
Meningkatkan perasaan berhasil atau maju.
DP. 8 Resiko Infeksi berhubungan dengan peningkatan tekanan balik urine.
Hasil yang Disarankan NOC
Status imun : keadekuatan alami yang didapat dan secara tepat ditujukan untuk menahan antigen-antigen internal maupun eksternal.
Pengendalian resiko: tindakan untuk menghilangkan atau mengrangi ancaman kesehata aktual, pribadi, serta dapat dimodifikasi.
Deteksi resiko: tindakan yang dilakukan untuk mengidentifikasi ancaman kesehatan seseorang.
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Factor resiko infeksi akan hilang dengan dibuktikan oleh keadekuatan status imun pasien, dan secara konsisten menunjukkan prilaku deteksi resiko, dan pengendalian resiko.
Pasien menunjukkan pengendalian resiko dbuktikan oleh indicator sebagai berikut :
o Mendapatkan imunitas yang tepat.
o Memantau factor resiko lingkungan dan prilaku seseorang
o Mengindikasikan status gastrointestinal, pernafasan, dan imun dalam batas normal
o Menggambarkan factor yang menunjang penularan infeksi
o Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko.
Intervensi dan Rasionalisasi
No Intervensi Rasionalisasi
1 Mandiri
Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter regular.
Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi lanjut.
2 Ambulasi dengan kantung drainase dependen. Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan bakteri kedalam kandung kemih.
3 Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, pernafasan cepat, nadi, gelisah dan disorientasi. Pasien yang mengalami sistokopi prostat beresiko untuk syok bedah atau septik sehubungan dengan manipulasi.
4 Ganti balutan dengan sering, pembersihan kulit dan pengeringan kulit sepanjang waktu. Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka
5 Kolaborasi
Berikan antibiotik sesuai indikasi
Mungkin diberikan secra profilaktik, sehubungan dengan peningkatan infeksi pada prostatektomi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Gallo. 1996. Keperawatan Kritis, edisi VI, volume II. Jakarta : penerbit buku kedokteran.
Long Barbara, C. 1996. Perawatan Medikal Bedah Volume 3. Bandung : Yayasan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung.
Mansjoer Arief., dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Jakarta : Penerbit Media Aeusculapius FKUI.
Media Aesculaipius. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke 3, jilid 2. Jakarta : FKUI.
Nedia Sylvia,Wilson, Lorraine M. 1995. Patofisiologi, buku 2, edisi 4. Jakarta : EGC.
R. Syamsuidajat, Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi. Jakarta : EGC.
Suddarth & Brunner. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2. Jakarta EGC.
Susanto H. Fitri. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Widya Medika.
The Male Urethra. http://www.bartleby.com/xI_splanchnology_ 3b_4_themaleurethra_gray,henry_1918_anatomyofthehumanbody diakses tanggal 24 September 2004.
Urethral Stricture. http://www.drrajmd.com/urology/urethral-stricture, diakses tanggal 24 September 2004.
Urethral Stricture Disease. http://www.centerforreconstructive urology.com/urethralstricture, diakses tanggal 24 September 2004
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar