Sabtu, 21 Desember 2013

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KARSINOMA BULI-BULI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KARSINOMA BULI-BULI at:2008-09-24 13:28:37 Click: 865 A. TINJAUAN TEORI I. PENGERTIAN Tomor buli-buli adalah tumor yang didapatkan dalam buli-buli. II. ISIDEN Yang paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah Buli-buli. Kanker Buli-buli terjadi tiga kali lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita, dan tumor-tumor multipel juga lebih sering, kira-kira 25% klien mempunyai lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat diagnosa. III. KLASIFIKASI 1. Staging dan klasifikasi Klasifikasi DUKE-MASINA, JEWTT dengan modifikasi STRONG-MARSHAL untuk menentukan operasi atau observasi : 1. T = pembesaran local tumor primer, ditentukan melalui : Pemeriksaan klinis, uroghrafy, cystoscopy, pemeriksaan bimanual di bawah anestesi umum dan biopsy atau transurethral reseksi. Tis = carcinoma insitu (pre invasive Ca) Tx = cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran tumor, tak dapat dilakukan To = tanda-tanda tumor primer tidak ada T1. pada pemeriksaan bimanual didapatkan masa yang bergerak T2 = pada pemeriksaan bimanual ada indurasi daripada dinding buli-buli. T3 = pada pemeriksaan bimanual indurasi atau masa nodular yang bergerak bebeas dapat diraba di buli-buli. T3a = invasi otot yang lebih dalam T3b= perluasan lewat dinding buli-buli T4 = Tumor sudah melewati struktur sebelahnya T4a= tumor mengadakan invasi ke dalam prostate, uterus vagina T4b= tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke dalam abdomen. 2. N = Pembesaran secara klinis untuk pemebesaran kelenjar limfe pemeriksaan kinis, lympgraphy, urography, operative Nx = minimal yang ditetapkan kel. Lymfe regional tidak dapat ditemukan No = tanpa tanda-tanda pemebsaran kelenjar lymfe regional N1 = pemebsaran tunggal kelenjar lymfe regional yang homolateral N2 = pembesaran kontralateral atau bilateral atau kelenjar lymfe regional yang multiple N3 = masa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang bebeas antaranya dan tumor N4 = pemebesaran lkelenjar lymfe juxta regional 3. M = metastase jauh termasuk pemebesaran kelenjar limfe yang jauh Pemeriksaan klinis , thorax foto, dan test biokimia Mx = kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan adanya metastase jauh, tak dapat dilaksanakan M1 = adanya metastase jauh M1a= adanya metastase yang tersembunyi pada test-test biokimia M1b= metastase tunggal dalam satu organ yang tunggal M1c= metastase multiple dalam satu terdapat organ yang multiple M1d= metastase dalam organ yang multiple 2. type dan lokasi Type tumor didasarkan pada type selnya, tingkat anaplasia dan invasi. 1. efidermoid Ca, kira-kira 5% neoplasma buli-buli –squamosa cell., anaplastik, invasi yang dalam dan cepat metastasenya. 2. Adeno Ca, sangat jarang dan sering muncul pada bekas urachus 3. Rhabdomyo sarcoma, sering terjadi pada anak-anak laki-laki (adolescent), infiltasi, metastase cepat dan biasanya fatal 4. Primary Malignant lymphoma, neurofibroma dan pheochromacytoma, dapat menimbulkan serangan hipertensi selama kencing 5. Ca dari pada kulit, melanoma, lambung, paru dan mamma mungkin mengadakan metastase ke buli-buli, invasi ke buli-buli oleh endometriosis dapat terjadi. IV. GEJALA KLINIS - Kencing campur dara yang intermitten - Merasa panas waktu kencing - Merasa ingin kencing - Sering kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar kencing - Nyeri suprapubik yang konstan - Panas badan dan merasa lemah - Nyeri pinggang karena tekanan saraf - Nyeri pda satu sisi karena hydronephrosis I. PENATALAKSANAAN a. Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi, uremia, gros atau micros hematuria Lukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat pus dan bakteri dalam urine RFT normal Lymphopenia (N = 1490-2930) 2. Radiology - excretory urogram biasanya normal, tapi mungkin dapat menunjukkan tumornya. - Retrograde cystogram dapat menunjukkan tumor - Fractionated cystogram adanya invasi tomor dalam dinding buli-buli - Angography untuk mengetahui adanya metastase lewat pembuluh lymphe 3. Cystocopy dan biopsy - cystoscopy hamper selalu menghasilkan tumor - Biopasi dari pada lesi selalu dikerjakan secara rutin. 4. cystologi Pengecatan sieman/papanicelaou pada sediment urine terdapat transionil cel daripada tumor b. Terapi 1. Operasi a) reseksi tranurethral untuk single/multiple papiloma b) Dilakukan pada stage 0,A,B1 dan grade I-II-low grade c) Total cystotomy dengan pegangkatan kel. Prostate dan urinary diversion untuk : - transurethral cel tumor pada grade 2 atau lebih - aquamosa cal Ca pada stage B-C 2. Radioterapy - Diberikan pada tumor yang radiosensitive seperti undifferentiated pada grade III-IV dan stage B2-C. - RAdiasi diberikan sebelum operasi selama 3-4 minggu, dosis 3000-4000 Rads. Penderita dievaluasi selam 2-4 minggu dengan iinterval cystoscopy, foto thoraks dan IVP, kemudian 6 minggu setelah radiasi direncanakan operasi. Post operasi radiasi tambahan 2000-3000 Rads selam 2-3 minggu. 3. Chemoterapi Obat-obat anti kanker : a. citral, 5 fluoro urasil b. topical chemotherapy yaitu Thic-TEPA, Chemotherapy merupakan paliatif. 5- Fluorouracil (5-FU) dan doxorubicin (adriamycin) merupakan bahan yang paling sering dipakai. Thiotepa dapat diamsukkan ke dalam Buli-buli sebagai pengobatan topikal. Klien dibiarkan menderita dehidrasi 8 sampai 12 jam sebelum pengobatan dengan theotipa dan obat diabiarkan dalam Buli-buli selama dua jam. II. PROGNOSIS Penemuan dan pemeriksaan dini, prognosisnya baik, tetapi bila sudah lama dan adanya metastesi ke organ lebih dalam dan lainnya prognosisnya jelek. III. KOMPLIKASI a. Infeksi sekunder bil atumor mengalami ulserasi b. Retensi urine bil atumor mengadakan invasi ke bladder neck c. Hydronephrosis oleh karena ureter menglami oklusi B. KONSEP KEPERAWATAN I. Pengkajian a. Identitas Yang paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah Buli-buli. Kanker Buli-buli terjadi tiga kali lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita, dan tumor-tumor multipel juga lebih sering, kira-kira 25% klien mempunyai lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat diagnosa. b. Riwayat keperawatan Keluhan penderita yang utama adalah mengeluh kencing darah yang intermitten, merasa panas waktu kening. Merasa ingin kencing, sering kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar kencing, nyeri suprapubik yang konstan, panas badan dan merasa lemah, nyeri pinggang karena tekanan saraf, dan nyeri pada satu sisi karena hydronephrosis c. Pemeriksaan fisik dan klinis Inspeksi , tampak warna kencing campur darah, pemebesaran suprapubic bil atumor sudah bear. Palpasi, teraba tumor 9masa) suprapubic, pmeriksaan bimaual teraba tumpr pada dasar buli-buli dengan bantuan general anestesi baik waktu VT atau RT. d. Pemeriksaan penunjang Lihat kosep dasar. II. Perencanaan 1. Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik. Tujuan : - Klien dapat mengurangi rasa cemasnya - Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif. - Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan. INTERVENSI RASIONAL a. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya. b. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat. c. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai. d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri dalam pengobatan. e. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan dll. f. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system. g. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman. h. Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan wajar. a. Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan dasar untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi. b. Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitnya. c. Dapat menurunkan kecemasan klien. d. Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek sampingnya. e. Mengetahui dan menggali pola koping klien serta mengatasinya/memberikan solusi dalam upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan. f. Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga. g. Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir/merenung/istirahat. h. Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-benar ditolong. 2. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping therapi kanker ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan. Tujuan : - Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas - Melaporkan nyeri yang dialaminya - Mengikuti program pengobatan - Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin INTERVENSI RASIONAL a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas b. Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya c. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV d. Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik. e. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu. f. Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien g. Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotik dll a. Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan. b. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan komplikasi. c. Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri. d. Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan ansietas. e. Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-obatan anti nyeri. f. Agar terapi yang diberikan tepat sasaran. g. Untuk mengatasi nyeri. 3. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekwensi khemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping. Tujuan : - Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi - Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat - Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya INTERVENSI RASIONAL a. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan kebutuhannya. b. Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan. c. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis. d. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien. e. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas. f. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga. g. Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan. h. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami klien. i. Kolaboratif j. Amati studi laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albumin k. Berikan pengobatan sesuai indikasi l. Phenotiazine, antidopaminergic, corticosteroids, vitamins khususnya A,D,E dan B6, antacida m. Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi dengan infus. a. Memberikan informasi tentang status gizi klien. b. Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan klien. c. Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk. d. Kalori merupakan sumber energi. e. Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan penurunan nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat meningkatkan ansietas. f. Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri. g. Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera makan. h. Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan klien). i. Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap klien. j. Membantu menghilangkan gejala penyakit, efek samping dan meningkatkan status kesehatan klien. k. Mempermudah intake makanan dan minuman dengan hasil yang maksimal dan tepat sesuai kebutuhan. 4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi. Tujuan : - Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada ting-katan siap. - Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut. - Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengo- batan. - Bekerjasama dengan pemberi informasi. INTERVENSI RASIONAL a. Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya. b. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada klien tentang pengalaman klien lain yang menderita kanker. c. Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi yang tidak diperlukan. d. Berikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien. e. Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya. f. Review klien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal. g. Anjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin, perhatikan adanya eritema, ulcerasi. h. Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut. a. Menghindari adanya duplikasi dan pengulangan terhadap pengetahuan klien. b. Memungkinkan dilakukan pembenaran terhadap kesalahan persepsi dan konsepsi serta kesalahan pengertian. c. Membantu klien dalam memahami proses penyakit. d. Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan e. Mengetahui sampai sejauhmana pemahaman klien dan keluarga mengenai penyakit klien. f. Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai nutrisi yang adekuat. g. Mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi serta masalah dengan kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi intake makanan dan minuman. h. Meningkatkan integritas kulit dan kepala. 5. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemotherapi dan radiasi/radiotherapi. Tujuan : - Membrana mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi dan ulcerasi - Klien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal. - Klien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga kebersihan rongga mulut. INTERVENSI RASIONAL a. Kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan klien dan secara periodik. b. Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan mukosa membran. Amati tanda terbakar di mulut, perubahan suara, rasa kecap, kekentalan ludah. c. Diskusikan dengan klien tentang metode pemeliharan oral hygine. d. Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam, hindarkan makanan yang keras. e. Amati dan jelaskan pada klien tentang tanda superinfeksi oral. f. Kolaboratif. g. Konsultasi dengan dokter gigi sebelum kemotherapi. h. Berikan obat sesuai indikasi, analgetik, topikal lidocaine, antimikrobial mouthwash i. preparation. j. Kultur lesi oral. a. Mengkaji perkembangan proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi memberikan informasi penting untuk mengembangkan rencana keperawatan. b. Masalah dengan kesehatan mulut dapat mempengaruhi pemasukan makanan dan minuman. c. Mencari alternatif lain mengenai pemeliharaan mulut dan gigi. d. Mencegah rasa tidak nyaman dan iritasi lanjut pada membran mukosa. e. Agar klien mengetahui dan segera memberitahu bila ada tanda-tanda tersebut. f. Meningkatkan kebersihan dan kesehatan gigi dan gusi. g. Tindakan/terapi yang dapat menghilangkan nyeri, menangani infeksi dalam rongga mulut/infeksi sistemik. h. Untuk mengetahui jenis kuman sehingga dapat diberikan terapi antibiotik yang tepat. 6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake Tujuan : Klien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal, membran mukosa normal, turgor kulit bagus, capilarry ferill normal, urine output normal. INTERVENSI RASIONAL a. Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emesis, diare, drainase luka. Hitung keseimbangan selama 24 jam. b. Timbang berat badan jika diperlukan. c. Monitor vital signs. Evaluasi pulse peripheral, capilarry refil. d. Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat keadaan kehausan pada klien. e. Anjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu. f. Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran mukosa, luka bedah, adanya ekimosis dan pethekie. g. Hindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah. h. Kolaboratif i. Berikan cairan IV bila diperlukan. j. Berikan therapy antiemetik. k. Monitor hasil laboratorium : Hb, elektrolit, albumin a. Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat menyebabkan hipovolemia. b. Dengan memonitor berat badan dapat diketahui bila ada ketidakseimbangan cairan. c. Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya takikardi, hipotensi dan suhu tubuh yang meningkat berhubungan dengan dehidrasi. d. Dengan mengetahui tanda-tanda dehidrasi dapat mencegah terjadinya hipovolemia. e. Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang. f. Segera diketahui adanya perubahan keseimbangan volume cairan. g. Mencegah terjadinya perdarahan. h. Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang. i. Mencegah/menghilangkan mual muntah. j. Mengetahui perubahan yang terjadi. 7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif Tujuan : - Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pecegahan infeksi - Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal INTERVENSI RASIONAL a. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan. Pengunjung juga dianjurkan melakukan hal yang sama. b. Jaga personal hygine klien dengan baik. c. Monitor temperatur. d. Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi. e. Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur. f. Kolaboratif. g. Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets. h. Berikan antibiotik bila diindikasikan. a. Mencegah terjadinya infeksi silang. b. Menurunkan/mengurangi adanya organisme hidup. c. Peningkatan suhu merupakan tanda terjadinya infeksi. d. Mencegah/mengurangi terjadinya resiko infeksi. e. Mencegah terjadinya infeksi. f. Segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi. g. Adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang diberikan dapat mengatasi organisme penyebab infeksi. 8. Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan deficit pengetahuan/keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan, penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak pengobatan. Tujuan : - Klien dapat mengungkapkan pengertiannya terhadap efek kanker dan therapi terhadap seksualitas - Mempertahankan aktivitas seksual dalam batas kemampuan INTERVENSI RASIONAL a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang proses seksualitas dan reaksi serta hubungannya dengan penyakitnya. b. Berikan advise tentang akibat pengobatan terhadap seksualitasnya. c. Berikan privacy kepada klien dan pasangannya. Ketuk pintu sebelum masuk. a. Meningkatkan ekspresi seksual dan meningkatkan komunikasi terbuka antara klien dengan pasangannya. b. Membantu klien dalam mengatasi masalah seksual yang dihadapinya. c. Memberikan kesempatan bagi klien dan pasangannya untuk mengekspresikan perasaan dan keinginan secara wajar. 9. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi, deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia. Tujuan : - Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik - Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan INTERVENSI RASIONAL a. Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati penyembuhan luka. b. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal. c. Ubah posisi klien secara teratur. d. Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter. a. Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi awal terhadap perubahan integritas kulit. b. Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi. c. Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu. d. Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif DAFTAR PUSTAKA Dongoes. 2000. Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta Elizabeth. J.C. 2000.Patofisiologi. EBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan” arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur. Menurut Smeltzer (2001 : 2357) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Berdasarkan data dari rekam medik RS Fatmawati di ruang Orthopedi periode Januari 2005 s/d Juli 2005 berjumlah 323 yang mengalami gangguan muskuloskletel, termasuk yang mengalami fraktur Tibia Fibula berjumlah 31 orang (5,59%). Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361). Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi (Rasjad, 1998 : 363). Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien fraktur melalui metode ilmiah. Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana asuhan keperawatan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Dextra diruang I Orthopedi Fatmawati. B. TUJUAN PENULISAN 1. Tujuan Umum Untuk mendapatkan pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Dextra post Op ORIF 2. Tujuan Khusus Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Dextra post op ORIF, Penulis mampu : a. Mengidentifikasi data yang menunjang masalah keperawatan pada fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Dextra. b. Menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Dextra. c. Menyusun rencana keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Dextra. d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Dextra. e. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Dextra. f. Mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat serta penyelesaian masalah (solusi) dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Dextra. C. METODE PENULISAN Metode yang digunakan penulis dalam laporan studi kasus ini adalah metode deskriptif melalui pendekatan proses keperawatan dengan cara teknik pengumpulan data seperti wawancara, pemeriksaan fisik, kolaborasi dengan tim kesehatan yang lain serta data dari catatan medik klien. Setelah itu data diolah dan dianalisa untuk selanjutnya dirumuskan masalah sehingga bisa di intervensi dan di evaluasi. D. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk memudahkan pengertian dan pemahaman terhadap isi dan maksud dari laporan kasus ini, maka penulisannya dibuat secara sistematis dibagi menjadi 5 bab, yaitu : BAB I : PENDAHULUAN Meliputi Latar Belakang, Tujuan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan. BAB II : TINJAUAN TEORITIS Meliputi Konsep Dasar Penyakit dan Konsep Dasar Asuhan Keperawatan. BAB III : TINJAUAN KASUS Meliputi Gambaran Kasus dan Diagnosa, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan. BAB IV : PEMBAHASAN Yang membahas tentang kesenjangan antara Kasus, yang ditemukan dengan teori yang didapatkan meliputi Definisi, Rasional terhadap setiap Diagnosa Keperawatan yang ditemukan, Faktor Pendukung, Faktor Penghambat serta Solusi. BAB V : PENUTUP Yang meliputi Kesimpulan dan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB II TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915) Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 1995 : 1183) Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Fraktur Tibia Fibula adalah terputusnya tulang tibia dan fibula. 2. Etiologi Penyebab fraktur diantaranya : a. Trauma 1) Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut. 2) Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. b. Fraktur Patologis Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker tulang dan lain-lain. c. Degenerasi Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut d. Spontan Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga. (Corwin, 2001 : 298) 3. Manifestasi Klinis a. Nyeri lokal b. Pembengkakan c. Eritema d. Peningkatan suhu e. Pergerakan abnormal Smeltzer and Bare, 2002 : 2343) 4. Patofisiologi Trauma Peningkatan daya da Tulang dan jaringan sekitar Fraktur Jaringan Lunak Pembuluh darah Serabut saraf Luka Post De Entry Infeksi Periosteum Pendarahan Deformitas Sensori Mal Union Hematom Vasodilatasi Delayed Union Pemendekan tulang Korteks Tulang Nyeri Eksudasi Prima Inflamasi Sumbatan Bengkak Delayed Union Non Infeksi Nyeri Conpartemen sindrom Hipoxia Nekrosis jaringan Gangguan mobilisasi Non Union (Lukman and Soronsens 1993 and price, 1995) 5. Klasifikasi / Jenis a) Fraktur komplet : Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran dari posisi normal. b) Fraktur tidak komplet : Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang. c) Fraktur tertutup : Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen frakturnya tidak menembus jaringan kulit. d) Fraktur terbuka : Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (Fragmen frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda asing) 1) Grade I : Luka bersih, panjang <> 2) Grade II : Luka lebih besar / luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif 3) Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak yang ekstensif, merupakan yang paling berat. e) Jenis khusus fraktur 1) Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya membengkok. 2) Tranversal : Fraktur sepanjang garis tengah tulang. 3) Oblik : Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang. 4) Spiral : Fraktur memuntir seputar batang tulang 5) Kominutif : Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen 6) Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah) 7) Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang) 8) Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit pegel, tumor) 9) Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon pada perlekatannya 10) Epifiseal : Fraktur melalui epifisis 11) Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya. (Smeltzer and Bare, 2002 : 2357 – 2358) 6. Proses Penyembuhan Tulang a. Stadium Pembentukan Hematoma Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah yang rusak, hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar (periostcum dan otot) terjadi 1 – 2 x 24 jam. b. Stadium Proliferasi Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi fraktur sel-sel ini menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah fragmen tulang. Proliferasi juga terjadi dijaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi. c. Stadium Pembentukan Kallus Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas pada fraktur, massa kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 – 10 hari setelah kecelakaan terjadi. d. Stadium Konsolidasi Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu, secara bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu ke 3 – 10 setelah kecelakaan. e. Stadium Remodelling Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi eks fraktur. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi pada 6 -8 bulan. (Rasjad, 1998 : 399 – 401) 7. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma b. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai. d. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma). e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal. (Doenges, 2000 : 762) 8. Penatalaksanaan Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu : a. Rekognisi Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri. b. Reduksi Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti letak asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri selama tindakan, penderita dapat diberi narkotika IV, sedative atau blok saraf lokal. c. Retensi Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi dan teknik fiksator eksterna. d. Rehabilitasi Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. 9. Komplikasi Komplikasi fraktur dapat dibagi menjadi : a. Komplikasi Dini 1) Nekrosis kulit 2) Osteomielitis 3) Kompartement sindrom 4) Emboli lemak 5) Tetanus b. Komplikasi Lanjut 1) Kelakuan sendi 2) Penyembuhan fraktur yang abnormal : delayed union, mal union dan non union. 3) Osteomielitis kronis 4) Osteoporosis pasca trauma 5) Ruptur tendon (Sjamsu Hidayat, 1997 : 1155) B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Anamnesa 1) Data Biografi 2) Riwayat kesehatan masa lalu 3) Riwayat kesehatan keluarga b. Pemeriksaan Fisik 1) Aktivitas / istirahat Keterbatasan / kehilangan fungsi yang efektif (perkembangan sekunder dari jaringan yang bengkak / nyeri) 2) Sirkulasi a) Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri / ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah) b) Takikardia (respon stress , hipovolemi) c) Penurunan nadi pada distal yang cidera , pengisian kapiler lambat d) Pembengkakan jaringan atau hematoma pada sisi yang cidera 3) Neurosensori a) Hilang gerakan / sensasi, spasme otot b) Kebas / kesemutan (parestesia) c) Nyeri / kenyamanan d) Nyeri mungkin sangat berat, edema, hematoma dan spasme otot merupakan penyebab nyeri di rasakan 4) Keamanan a) Laserasi kulit, avulsi jaringan, pendarahan, perubahan warna b) Pembengkakan lokal 5) Pengetahuan Kurangnya pemajanan informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan serta perawatannya . 2. Diagnosa Keperawatan a. Risiko terhadap trauma berhubungan dengan kerusakan Integritas tulang (fraktur) b. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot c. Risiko terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah cedera, edema berlebihan, pembentukan trombus d. Risiko tinggi terhadap pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran : darah / emboli lemak, perubahan membran alveolar / kapiler e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler , nyeri / ketidaknyamanan. f. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka 3. Prinsip intervensi a. Mencegah cedera tulang jaringan lanjut b. Menghilangkan nyeri c. Mencegah komplikasi d. Memberikan informasi tentang kondisi /prognosa dasn dasn kebutuhan pengobatan e. Meredakan ansietas f. Memperbaiki mobilitas ) 4. Evaluasi Hasil yang diharapkan : - Tidak terjadi trauma - Gangguan rasa nyaman nyeri hilang / berkurang. - Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler - Dapat bernafas normal - Beraktifitas secara normal / mandiri - Tidak terjadi dekubitus (Doenges. 2000. 761 – 774). GC. Jakarta FKUA, 1988. Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Baratajaya-FKUA. Surabaya Linda Jual. 2000. Dokumentasi Proses Keperawatan. EGC. Jakarta Soelarso. Urologi. EGC. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar