Sabtu, 21 Desember 2013

ASKEP DENGAN Diagnosis Pneumonia

Diagnosis Pneumonia Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui: Gambaran Klinis Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi: 1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan 2. Batuk yang sering produktif dan purulen 3. Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas 4. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius. Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 400C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah. Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu bernafas dengan suara napas bronchial kadang-kadang melemah. Didapatkan ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi. Gambaran Radiologis Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain: • Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru secara anantomis. • Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas. • Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis. • Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan. • Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura. • Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir terkena. • Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler. • Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign. Patologi Anatomi Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia lobaris terbagi atas: 1. Stadium kongesti, terdiri dari proliferasi cepat dari bakteri dengan peningkatan vaskularisasi dan eksudasi yang serius. Sehingga lobus yang terkena akan berat, merah penuh dengan cairan. Rongga alveolar mengandung cairan edema yang berprotein, neutrofil yang menyebar dan banyak bakteri. Susunan alveolar masih tampak. 2. Stadium hepatisasi merah terjadi oleh karena rongga udara di penuhi dengan eksudat fibrinosupuratif yang berakibat konsolidasi kongestif yang menyerupai hepar pada jaringan paru. Benang-benang fibrin dapat mengalir dari suatu alveolus melalui pori-pori yang berdekatan. 3. Stadium hepatisasi kelabu (konsulidasi) melibatkan desintegrasi progresif dari leukosit dan eritrosit bersamaan dengan penumpukan terus-menerus dari fibrin diantara alveoli. 4. Stadium akhir yaitu resolusi, mengikuti kasus-kasus tanpa komplikasi. Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal. Diagnosa Banding Pneumonia Differential Diagnosis dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut: Tuberculosis Paru (TB) Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan. Atelektasis Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Pengobatan Pneumonia Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat dirawat dirumah. Penderita yang tidak dirawat di RS 1) Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres 2) Minum banyak 3) Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran 4) Antibiotika Penderita yang dirawat di Rumah Sakit, penanganannya di bagi 2 : Penatalaksanaan Umum • Pemberian Oksigen • Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit • Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas • Obat penurunan panas hanya diberikan bila suhu > 400C, takikardi atau kelainan jantung. • Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri. Pengobatan Kausal Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan MO(Mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu diperhatikan : • Penyakit yang disertai panas tinggi untuk penyelamatan nyawa dipertimbangkan pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat diisolasi. • Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit, oleh karena itu diputuskan pemberian antibiotika secara empiric. Pewarnaan gram sebaiknya dilakukan. • Perlu diketahui riwayat antibiotika sebelumnya pada penderita. Pengobatan awal biasanya adalah antibiotic, yang cukup manjur mengatasi pneumonia oleh bakteri., mikroplasma, dan beberapa kasus ricketsia. Kebanyakan pasien juga bisa diobati di rumah. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Pada pasien yang berusia pertengahan, diperlukan istirahat lebih panjang untuk mengembalikan kondisi tubuh. Namun, mereka yang sudah sembuh dari pneumonia mikroplasma akan letih lesu dalam waktu yang panjang. Prognosis Pneumonia Prognosis pneumonia secara umum baik, tergantung dari kuman penyebab dan penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik serta intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Pneumonia A. Pengertian Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agent infeksi. B. etiologi Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti : 1. Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter 2. Virus: virus influenza, adenovirus 3. Micoplasma pneumonia 4. Jamur: candida albicans 5. Aspirasi: lambung C. Patofisiologi Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya. Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus. Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata. Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis. D. Manifestasi Klinis • Secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5 ºC sampai 40,5 ºC). • Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk. • Takipnea (25 – 45 kali/menit) disertai dengan pernafasan mendengur, pernafasan cuping hidung • Nadi cepat dan bersambung • Bibir dan kuku sianosis • Sesak nafas E. Komplikasi • Efusi pleura • Hipoksemia • Pneumonia kronik • Bronkaltasis • Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang diserang tidak mengandung udara dan kolaps). • Komplikasi sistemik (meningitis) F. Pemeriksaan Penunjang 1. Sinar X : mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga menyatakan abses) 2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada. 3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus. 4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan. 5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis 6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi. 7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing. G. Penatalaksanaan Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya : • Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus. • Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus • Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma. • Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda. • Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia. • Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Pneumonia A. Pengkajian 1. Aktivitas/istirahat Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas. 2. Sirkulasi Gejala : riwayat adanya Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat. 3. Makanan/cairan Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi). 4. Neurosensori Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza) Tanda : perusakan mental (bingung) 5. Nyeri/kenyamanan Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia. Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan) 6. Pernafasan Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea. Tanda : o sputum: merah muda, berkarat o perpusi: pekak datar area yang konsolidasi o premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi o Bunyi nafas menurun o Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku 7. Keamanan Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam. Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar 8. Penyuluhan/pembelajaran Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah. B. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Infeksi Paru 2. Defisit Volume Cairan b.d Penurunan intake cairan C. Intervensi 1. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Infeksi Paru Karakteristik : Batuk (baik produktif maupun non produktif) haluaran nasal, sesak nafas, Tachipnea, suara nafas terbatas, retraksi, demam, diaporesis, ronchii, cyanosis, leukositosis. Tujuan : Anak akan mengalami pola nafas efektif yang ditandai dengan : o Suara nafas paru bersih dan sama pada kedua sisi o Suhu tubuh dalam batas 36,5 – 37,2OC o Laju nafas dalam rentang normal o Tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi dan diaporesis Intervensi o Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan napas. R : Evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan/telah diberikan. o Lakukan Phisioterapi dada secara terjadwal R : Mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi o Berikan Oksigen lembab, kaji keefektifan terapi R : Meningkatkan suplai oksigen jaringan paru o Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek samping (ruam, diare) R : Pemberantasan kuman sebagai faktor causa gangguan o Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks R : Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru o Lakukan suction secara bertahap R : Membantu pembersihan jalan nafas o Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, tiap 2 – 4 jam R : Evaluasi berkala keberhasilan terapi/tindakan tim kesehatan. 2. Defisit Volume Cairan b.d Penurunan intake cairan Karakteristik : Hilangnya nafsu makan/minum, letargi, demam., muntah, diare, membrana mukosa kering, turgor kulit buruk, penurunan output urine. Tujuan : Anak mendapatkan sejumlah cairan yang adekuat ditandai dengan : o Intake adekuat, baik IV maupun oral o Tidak adanya letargi, muntah, diare o Suhu tubuh dalam batas normal o Urine output adekuat, BJ Urine 1.008 – 1,020 Intervensi : o Catat intake dan output, berat diapers untuk output R : Evaluasi ketat kebutuhan intake dan output o Kaji dan catat suhu setiap 4 jam, tanda devisit cairan dan kondisi IV line R : Meyakinkan terpenuhinya kebutuhan cairan o Catat BJ Urine tiap 4 jam atau bila perlu R : Evaluasi obyektif sederhana devisit volume cairan o Lakukan Perawatan mulut tiap 4 jam R : Meningkatkan bersihan sal cerna, meningkatkan nafsu makan/minum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar