Jumat, 20 Desember 2013

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Reaksi peradangan merupakan reaksi defensif (pertahanan diri) sebagai respon terhadap cedera berupa reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Peradangan dapat juga dimasukkan dalam suatu reaksi non spesifik, dari hospes terhadap infeksi. Hasil reaksi peradangan adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang, penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan. Syarat reaksi radang adalah : 1. Jaringan harus hidup. 2. Memiliki mikrosirkulasi fungsional. Bentuk peradangan dapat timbul didasarkan atas jenis eksudat yang terbentuk, organ atau jaringan tertentu yang terlibat dan lamanya proses peradangan. Tata nama proses peradangan memperhitungkan masing-masing variabel ini. Berbagai eksudat diberi nama deskriptif, berdasarkan lamanya respon peradangan disebut akut, subakut dan kronik. Lokasi reaksi peradangan disebut dengan akhiran -tis yang ditambahkan pada nama organ (misalnya; apendisitis, tonsillitis, gastritis dan sebagainya). Peradangan dan infeksi itu tidak sinonim. Pada infeksi ditandai adanya mikroorganisme dalam jaringan, sedang pada peradangan belum tentu, karena banyak peradangan yang terjadi steril sempurna. Jadi infeksi hanyalah merupakan sebagian dari peradangan. Pada kasus dalam pemicu ini, membahas masalah infeksi dan radang yang terjadi pada rongga mulut, yakni berkaitan dengan mekanisme infeksi dan inflamasi yang terjadi pada gigi dan gusi. BAB II PEMBAHASAN 2.1 FAKTOR JASAD RENIK PADA INFEKSI 1. Daya Transmisi Sifat penting dan nyata pada saat terbentuknya adalah transpor agen menular hidup kedalam tubuh. Cara Penularan Penyakit Infeksi : a) Secara Langsung (Direct) dari satu orang ke orang lain, misalnya melalui batuk, bersin dan berciuman. Contoh : ü Penyakit yang ditularkan melalui saluran nafas : common cold, tuberkulosis, batuk rejan, batuk rejan, pes pneumoni, meningitis, meningokokus, sakit tenggorokan karena infeksi srtreptokokus, tonsilitis, influenza, difteri, campak, rubella (campak jerman). Penyakit – penyakit ini ditularkan melalui ciuman, penggunaan alat makan yang terinfeksi, dan droplet yang terinfeksi. ü Penyakit Kelamin dapat ditularkan langsung melalui hubungan seksual dengan penderita dan juga dapat melalui plasenta (infeksi transplasenta) yang ditularkan dari ibu yang menderita kepada bayi yang dilahirkan. b) Secara Tidak Langsung (Indirect) penularan mikroba patogen memerlukan adan “media perantara” baik berupa barang/bahan, air, udara, makanan/minuman maupun vektor. Organisme dikeluarkan dari penderita kemudian diendapkan pada berbagai permukaan lalu di lepaskan kembali dalam udara. Dengan cara serupa organisme dapat sampai kedalam tanah, air, makanan atau rantai pemindahan tidak langsung lainnya. Di rumah sakit, infeksi juga dapat disebarkan melalui eksudat-eksudat dan ekskreta. Transfusi darah dapat juga menjadi sarana penyebaran infeksi (misal. Penyakit hepatitis virus).Jenis pemindahan tidak langsung yang lebih kompleks melibatkan vektor-vektor seperti serangga, misalnya nyamuk (penyakit malaria), lalat (penyakit disentri), cacing (penyakit filariasis), dll. 2. Daya Invasi Sekali dipindahkan kedalam hospes baru, jasad renik harus mampu bertahan pada atau didalam hospes tersebut untuk dapat menimbulkan infeksi.Misalnya: ü Kolera, disebabkan oleh organisme yang tidak pernah memasuki jaringan, tetapi hanya menduduki epitel usus, melekat dengan kuat pada permukaan sehingga tidak terhanyut oleh gerakan usus. ü Disentri basiler, hanya memasuki lapisan superfisial usus tetapi tidak pernah masuk lebih jauh kedalam tubuh. ü Dan beberapa penyakit lain seperti : salmonella thypi yang menyebabkan demam tifoid, spiroketa sifilis yang menyebabkan sifilis, mikrobacterium tetani yang menyebabkan tetanus, dll. 3. Kemampuan untuk menimbulkan penyakit. Beberapa agen menular mengeluarkan eksotoksin yang dapat larut yang kemudian bersirkulasi dan menimbulkan perubahan – perubahan fisiologis yang nyata yang bekerja pada sel – sel tertentu. Contohnya pada penyakit tetanus dan penyakit difteri. Banyak mikroorganisme lain seperti bakteri gram negatif mengandung endotoksin kompleks yang dilepaskan waktu mikroorganisme mengalami lisis. Pelepasan endotoksin ada hubungannya dengan timbulnya demam dan dalam keadaan – keadaan yang lebih ekstrim, seperti septikemia gram negatif, dengan timbulnya sindrom syok Beberapa organisme menimbulkan cedera pada hospes, sebagian besar dengan cara imunologis dengan membantu pembentukan kompleks antigen – antibodi, yang selanjutnya dapat menimbulkan kelainan, misalnya pada kompleks imun glomerulonefritis. Virus sebagai parasit obligat intraseluler adalah potongan sederhana bahan genetik (DNA, RNA) yang mempunyai alat untuk menyusupkan dirinya kedalam sel hospes. Sel akan mengalami cedera bila ada informasi genetik baru yang diwujudkan pada fungsi sel yang diubah. Satu wujud informasi genetik tambahan semacam itu adalah replikasi virus yang menular, yang dapat disertai oleh lisis dari sel-sel yang terkena. Sel dapat berubah tanpa menjadi nekrosis dan dapat dirangsang untuk berproliferasi, misalnya pada kasus tumor yang diinduksi oleh virus. Virus jga dapat mencederai hospes dengan menimbulkan berbagai reaksi imunologi dimana bagian tertentu dari virus bertindak sebagai antigen. 2.2 FAKTOR HOSPES PADA INFEKSI Syarat timbulnya infeksi adalah bahwa mikroorganisme yang menular harus mampu Melekat, Menduduki atau memasuki hospes dan Berkembang biak paling tidak sampai taraf tertentu. Karena itu tidaklah mengeherankan bila dalam perjalanan evolusi, spesies hewan termasuk manusia sudah mengembangkan mekanisme pertahanan tertentu pada berbagai tempat yang berhubungan dengan lingkungan : 1. Kulit dan mukosa orofaring Batas utama antara lingkungan dan tubuh manusia adalah kulit. Kulit yang utuh memilikI lapisan keratin atau lapisan tanduk pada permukaan luar dan epitel berlapis gepeng sebagai barier meanis yang baik sekali terhadap infeksi. Namun jika terjadi luka iris, abrasi atau maserasi (seperti pada lipatan tubuh yang selalu basah) dapat memungkinkan agen menular masuk. Kulit juga mempunyai kemampuan untuk melakukan dekontaminasi terhadap dirinya sendiri. Pada dekontaminasi fisik, organisme yang melekat pada lapisan luar kulit (dengan anggapan bahwa mereka tidak mati kalau menjadi kering) akan dilepaskan pada waktu lapisan kulit mengelupas. Dekontaminasi kimiawi terjadi karena tubuh berkeringat dan sekresi kelenjar sebasea sehingga membersihkan kulit dari kuman. Flora normal yang terdapat pada kulit menimbulkan dekontaminasi biologis dengan menghalangi pembiakan organisme – organisme lain yang melekat pada kulit. 2. Saluran pencernaan ü Mukosa lambung merupakan kelenjar dan tidak merupakan barier mekanis yang baik. Sering terjadi defek – defek kecil atau erosi pada lapisan lambung, tetapi tidak banyak berarti pada proses infkesi sebab suasana lambung sendiri sangat tidak sesuai untuk banyak mikroorganisme. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh keasaman lambung yang tinggi, disamping lambung cenderung memindahkan isinya ke usus halus dengan proses yang relatif cepat. ü Lapisan usus halus juga bukan merupakan barier mekanis yang baik dan secara mudah dapat ditembus oleh banyak bakteri. Namun gerakan peristaltik untuk mendorong isi usus berlangsung cepat sekali sehingga populasi bakteri dalam lumen dipertahankan tetap sedikit. ü Lapisan dalam usus besar secara mekanis juga tidak baik. Pada tempat ini pendorongan tidak cepat dan terdapat stagnasi relatf dari isi usus. Pertahanan utma melawan jasad renik adalah melalui banyaknya flora normal yang menghuni usus besar dan hidup berdampingan dnegan hospes. Bakteri normal yang banyak ini berkompetisi untuk mendapatkan makanan atau mereka benar-benar mengeluarkan substansi antibakteri (antibiotik). 3. Saluran pernafasan Epitel pada saluran nafas misalnya pada lapisan hidung, lapisan nasofaring, trakea dan bronkus, terdiri dari sel – sel tinggi yang beberapa diantaranya mengeluarkan mukus, tetapi sebagian besar diperlengkapi dengan silia pada permukaan lumen mereka. Tonjolan-tonjolan kecil ini bergetar seperti cambuk dengan gerakan yang diarahkan kemulut, hidung dan keluar tubuh. Jika jasad renik terhirup, mereka cenderung menegnai selimut mukosa yang dihasilkan dari mukus, untuk digerakkan keluar dan atau dibatukkan atau ditelan. Kerja perlindungan ini dipertinggi dengan adanya antibodi didalam sekresi. Jika beberapa agen menghindar dari pertahanan ini dan mencapai ruang – ruang udara didalam paru-paru, maka disana selalu terdapat makrofag alveoler yang merupakan barisan pertahanan lain. 4. Sawar pertahanan lain • Radang Jika agen menular berhasil menembus salah satu barier tubuh dan memasuki jaringan, maka barisan pertahanan berikutnya adalah reaksi peradangan akut yaitu aspek humoral (antibodi) dan aspek seluler pertahanan tubuh bersatu. • Pembuluh limfe Aliran limfe pada radang akut dipercepat sehingga agen-agen menular ikut menyebar dengan cepat sepanjang pembuluh limfe bersama dengan aliran limfe itu. Kadang-kadang menyebabkan limfangitis, tetapi lebih sering agen-agen tersebut langsung terbawa ke kelenjar limfe, dimana mereka dengan cepat difagositosis oleh makrofag. Pada keadaan ini maka cairan limfe yang mengalir ke pusat melewati kelenjar limfe dapat terbebas dari agen-agen tersebut. • Pertahanan terakhir (vena primer) Jika penyebaran agen menular tidak terhenti pada kelenjar limfe atau jika agen tersebut langsung memasuki vena ditempat primernya, maka dapat terjadi infeksi pada aliran darah.Ledakan bakteri didalam aliran darah sebenarnya tidak jarang terjadi, dan peristiwa yang dinamakan bakteremia ini biasanya ditangani secara cepat dan efektif oleh makrofag dari sistem monosit – makrofag. Septikemia atau keracunan darah terjadi jika kondisi bakteremia berlanjut yang mengakibatkan organisme yang masuk berjumlah sangat besar dan cukup resisten sehingga sistem makrofag ditaklukkan. Organisme yang menetap ini menimulkan gejala malaise, kelemahan, demam, dll. Pada kondisi yang parah yang disebut septikopiemia atau disingkat piemia, dimana organisme mencapai jumlah yangs edemikan besarnya sehingga mereka bersirkulasi dalam gumpalan-gumpalan dan mengambil tempat pada banyak organ dan menimbulkan banyak sekali mikroabses. 2.3 CARA INTERAKSI HOSPES DAN JASAD RENIK Secara biologi, sebenarnya setiap agen yang hidup bukan untuk menimbulkan penyakit, melainkan untuk menghasilkan agen yang jenisnya sama.Jika hubungan antara hospes dan agen menular tidak saling menyerang, maka jenis interaksi ini disebut komensialisme. Jika interaksi memberikan beberapa keuntunganbagi kedua belah pihak, maka interaksi ini disebut mutualisme.Komensialisme dan mutualisme merupakan hasil yang paling sering terjadi akibat interaksi infeksi dialam dan timbulnya penyakit menular dalam arti evolusi (dan ternyata banyak sekali) merupakan penyimpangan dari keadaan ini. Interaksi yang kompleks dari hospes dan faktor-faktor lingkungan menentukan timbulnya infeksi. Virulensi atau patogenisitas mikroorganisme tertentu berkaitan dengan status hospes. 2.4 Reaksi Hopses Dengan Jasad Renik Cara interaksi hopses denagn mikroorganisme 1. Komensalisme, Antara hopses dan agen menular tidak saling menyerang atau Menguntungkan bagi yang satu tanpa menimbulkan cedera pada yang lain. 2. Mutualisme, Interaksi hopses dengan mikroorganisme saling menguntungkan. 3. Parasitisme, menguntungkan bagi yang satu tetapi merugikan bagi yang lain. 2.5 Sifat – Sifat Umum Penyakit Karena Infeksi 1. Bakteri a. Organism bersel tunggal b. Mempuberproduksi sendiri tetapi menggunakan hewan sebagai penjamu c. Tidak memiliki intisel d. Memiliki sitoplasma dandikelilingi dinding sel e. Mengandung DNA maupun RNA f. Bereproduksi secaraa seksual melalui replikasi DNA dan pembelahan sederhana g. Sebagian membentuk kapsul sehingga mampu bertahan pada system imun h. Dapat bersifat aerob dan anaerob i. Sebagian mengeluarkan toksin j. Bakteri gram positifmengeluarkaneksotoksin, padapewarnaanakanberwarna ungu. k. Gram negative padapewarnaanakanberwarnamerah 2. Virus a. Memerlukan penjamu untuk bereproduksi b. Terdiri dari satu RNA atau DNA yang terkandung dalam selubung protein : kapsid. c. Virus harusberkaitandengan membrane selpenjamu, masukdanbergerakke inti,DNA virus menyatudengan DNA penjamu, gen – gen virus diwariskan kepadasel – selbaruselama mitosis, virus mengambil alih fungsi sel dan mengontrol sel. 3. Mikroplasma 4. Riketsia a. Memerlukan penjamu untuk bereproduksi secara seksual b. Mengandung DNA dan RNA c. Memiliki dinding patidoglikan d. Ditularkan melalui gigitan kutu 5. Klamida a. Organism unisel b. Bereproduksi secaraa seksual dalam penjamu dan mengalami siklusreplikasi. 6. Jamur a. Mencakupragi (yeast) dan kapang (mold) b. Memiliki intisel dan dindingsel 7. Parasit a. Cacing b. Protozoa c. Arthropoda Daftar Pustaka Adam, Syamsunir., 1995, DASAR – DASAR PATOLOGI – seri keperawatan, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta Darmadi, 2008, Infeksi Nosokomial : problematika dan pengendaliannya, Penerbit Salemba Medika, Jakarta Dorland, 2001, KAMUS KEDOKTERAN, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta Gibson, J.M., 1996, MIKROBIOLOGI DAN PATOLOGI MODERN – untuk perawat , EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta Robbins, Stanley L.; Kumar, Vinay., 1995, BUKU AJAR PATOLOGI I, edisi 4, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar