Sabtu, 21 Desember 2013

Askep Hipermetropia

Askep Hipermetropia Definisi Kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di belakang retina. 3Pada hipermetropiabayangan terbentuk di belakang retina, yang menghasilan penglihatan penderita hipermetropia menjadi kabur. Hal ini dikarenakan bola mata penderita terlalu pendek atau daya pemiasan kornea dan lensa terlalu lemah. 12 Berikut gambar skematik pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia tanpa koreksi dan pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia setelah dikoreksi dengan lensa positif: 13 Etiologi Hipermetropia dapat disebabkan: a.Hipermetropia Aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata yang terlalu pendek b.Hipermetropia Refraktif, dimana daya pembiasan mata terlalu lemah c.Hipermiopia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan terfokus di belakang retina 1,8 Klasifikasi Berdasarkan kemampuan akomodasi, dibagi: a.Hipermetropia manifes adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang dapat memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas: b.Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten berakhir dengan hipermetropia ini. c.Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun kacamata positif. d.Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan sikloplegia. e.Hipermetropia total adalah hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan sikloplegia. 1,3 Berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi: Hipermetropia ringan : S +0.25 s/d S +3.00 Hipermetropia sedang : S +3.25 s/d S +6.00 Hipermetropia berat : S +6.25 atau lebih 3 Patofisiologi a.hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari normal b.hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari normal c.hipermetropia indeks karena indeks mata lebih rendah dari normal 3 Gejala Klinis a. Gejala Subyektif Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih, hipermeropia pada orang tua dimana amplitudo akomodasi menurun Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang terang atau penerangan kurang Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang lama dan membaca dekat Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang lama, misalnya menonton TV, dll Mata sensitif terhadap sinar Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi yang berlebihan pula 9 b. Gejala Obyektif Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otot – otot akomodasi di corpus ciliare. Akomodasi, miosis dan konvergensi adalah suatu trias dari saraf parasympatik N III. Karena seorang hipermetrop selalu berakomodasi, maka pupilnya kecil (miosis). Karena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperraemi dari mata. Mata kelihatan terus merah. Juga fundus okuli, terutama N II kelihatan merah, hingga memeberi kesan adanya radang dari N II. Karena ini bukan radang yang sebenarnya, maka kemerahan N II juga dinamakan pseudo-neuritis optica atau pseudo-papillitis. 8 Pemeriksaan Refraksi Subyektif a. Alat Kartu Snellen. Bingkai percobaan. Sebuah set lensa coba. 9 b.Teknik Penderita duduk menghadap kartu snellen pada jarak 6 meter. Pada mata dipasang bingkai percobaan. Satu mata ditutup, biasanya mata kiri ditutup terlebih dahulu untuk memeriksa mata kanan. Penderita disuruh membaca kartu snellen mulai huruf terbesar (teratas) dan diteruskan pada baris bawahnya sampai pada huruf terkecil yang masih dapat dibaca. Lensa positif terkecil ditambah pada mata yang diperiksadan bila tampak lebih jelas oleh penderita lensa positif tersebut ditambah kekuatannya perlahan – lahan dan disuruh membaca huruf –huruf pada baris yang lebih bawah. Ditambah kekuatan lensa sampai terbaca huruf – huruf pada baris 6/6. Ditambah lensa positif +0.25 lagi dan ditanyakan apakah masih dapat melihat huruf – huruf di atas. Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama. 9 c. Nilai Bila dengan S +2.00 tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S +2.25 tajam penglihatan 6/6 sedang dengan S +2.50 tajam penglihatan 6/6-2 maka pada keadaan ini derajat hipermetropia yang diperiksa S +2.25 dan kacamata dengan ukuran ini diberikan pada penderita. Padapenderita hipermetropia selama diberikan lensaa sferis positif terbesar yang memberikan tajam penglihatan terbaik. 9 2.3.6.2 Refraksi Obyektif a.Retinoskop Dengan lensa kerja / +2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus yang bergerak searah gerakan retinoskop (with movement), kemudian dikoreksi dengan lensa sferis positif sampai tercapai netralisasi b.Autorefraktometer3 2.3.7 Penatalaksanaan 1. Kacamata Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik 1. Lensa kontak untuk : Anisometropia Hipermetropia tinggi 3 Komplikasi Glaukoma sudut tertutup Esotropia pada ipermetropia > 2.0 D Ambliopia terutama pada hipermetropia dan anisotropia. Hipermetropia merupakan penyebab tersering ambliopia pada anak dan bisa bilateral. 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar